Chapter 483 - 483. Huwa.. Papa Mesum...! bag2 (1/2)

Silvia berusaha melepas ciuman paksa dari suaminya, apalagi ciuman itu tepat di depan putra mereka. Tapi apalah daya, ciuman hangat yang selalu Silvia rindukan membuatnya tidak bisa menolak apapun yang suaminya berikan padanya, termasuk ciuman rasa rindu yang Silvia rasakan kali ini.

'Ciuman ini adalah ciuman yang sangat ku rindukan darimu, suamiku. Sudah lama rasanya tidak merasa sebahagia ini.' Batin Silvia. Ia begitu saja mengikuti keinginan Ludius meski tahu Azell sedang memperhatikan mereka.

Azell sendiri karena malu dengan kelakuan para orang dewasa setelah menutup wajahnya, ia ngeloyor pergi dari kamar dengan berteriak keras. ”Huwa.. Papa mesum!”.

Selang beberapa detik Ludius melepas ciuman mereka. Hal yang di rasakan Silvia bukannya sebuah ciuman paksaan tapi lebih ke lembutnya ciuman yang Ludius berikan. Mungkin ini juga karena Silvia menikmatinya dan menerima sepenuhnya hal yang akan Ludius lakukan.

Silvia tidak bisa berkata apapun setelah mendapat ciuman mendadak. Ia hanya terdiam menata kembali hatinya sambil memikirkan kembali apa yang telah di lakukannya barusan. 'Apakah tadi kami benar – benar ciuman? Ya Tuhan, betapa aku merindukan hal ini'. batin Silvia.

”Ada apa Sayang? Apakah karena sebuah ciuman membuatmu menjadi bodoh?”. Ledek Ludius sembari memperhatikan wajah konyol istrinya yang jelas sedang melamun memikirkan sesuatu.

”Ih, apaan sih kamu, suamiku. Bisa tidak kamu tidak meledekku sekali saja. Dasar usil!”.

”Usil begini kamu juga cinta, kan? Hmm... dasar tidak bisa jujur dengan perasaan sendiri. Terus saja begitu”. Ledek Ludius sambil senyam – senyum melihat gelagat manja dan marah istrinya.

”Ishh.. kau ini. cepat sana pergi ke kantor. Dasar CEO tidak bertanggung jawab yang tidak pernah massuk ke kantor. Hmm bisa – bisa di soraki satu kantor lagi saat kamu balik nanti..” ejek Silvia.

”Iya, aku akan pergi ke kantor sekarang juga. Tapi sebelum itu.. ciumm dong..” kata Ludius sambil menepuk pipi kanannya memberi kode pada Silvia.

”Tidak ah.. dasar muka tebal!”. Tolak Silvia dengan wajah bersemu merah. Ia tidak bisa menghindar dari rasa malunya karena setiap perkataan, gombalan serta rayuan yang Ludius berikan.

'Ya Tuhan, jangan lagi deh.. ini hati kenapa tidak bisa di ajak kompromi sih..' gerutu Silvia dalam hati,

”Jujur saja Sayang kalau kamu memang ingin menciumku. Bukankah aku sudah menawarkannya padamu? Kamu bahkan mengigau menyebut – nyebut nama suamimu untuk tidak pergi meninggalkanmu. Hayo... ngaku.”

”Suamiku, sebenarnya dari mana sih asal ke percayaan dirimu itu? Kok ya bisa bicara dengan muka tebal seperti itu? Heran aku”.

”Dari kamulah, Sayang. Kamu itu inspirasiku juga hidupku. Apalah arti dari seorang Ludius tanpa Silvia di sisinya. Bukankah jadi tidak lengkap?. Sudah ya Sayang, aku mau pergi ke kantor terlebih dahulu. Azell pasti sudah menunggu di bawah. Jangan pergi kemanapun, tunggu aku di rumah Sayang”. Ludius mencium kening Silvia lalu beranjak pergi,

Namun hati tidak bisa di bohongi, seberapa banyak Silvia menolak nyatanya hatinya selalu berkata sebaliknya. Silvia menarik tangan Ludius dengan cepat ke sisinya. Silvia memberikan ciuman di pipi kanan Ludius dengan lembut. ”Selamat kembali bekerja CEO ku..” ujar Silvia. ia langsung berbaring di kasur dan menarik selimut untuk menyembunyikan perasaan malunya.

”Aku pergi dulu sayang..” balas Ludius sambil menyentuh pipinya yang baru saja mendapat ciuman Silvia. Ia tanpa sadar senyum – senyum sendiri karena hal itu sambil berjalan keluar kamar.

Tepat saat Ludius menuruni tangga, ia tidak sadar di perhatikan Bibi Yun dan Azell yang sedang menunggunya untuk ke kantor. ”Pa! Sedang apa Papa senyam – senyum sendiri seperti orang.. Oppss” Azell tidak melanjutkan perkataanya dan segera menutup mulut dengan kedua tangannya.

”Baru saja apa yang kamu katakan, Azell? Papa senyam – senyum sendiri seperti orang gila?”. Tanya Ludius mengulangi perkataan Azell.

Azell langsung menjawab dengan menggelengkan kepalanya, ”Tidak kok Pa. Papa sendiri loh yang mengatakan Papa seperti itu, bukan Azell”. Ujar Azell.

Wajah Ludius seketika merah padam menahan amarah dan emosi karena kelakuan Azell. 'Anak ini.. bagaimana bisa dia membodohiku seperti ini?'. batin Ludius geram.

”Huftt..” Ludius menghela nafas panjang. Ia segera tersenyum di paksakan pada Azell. ”Sudahlah, lupakan. Azell anak baik, lebih baik kita segera ke kantor sekarang”.