Chapter 477 - 477. Kenakalan yang di rindukan (1/2)
Ludius melepas pelukannya pada Silvia dan menghampiri Ibu mertuanya. Ia dengan sopan menundukkan setengah badan dan mencium tangan Ibu Yuliana. Memang agak canggung sih melakukan hal ini, tapi Ludius mencoba terbiasa dengan adat orang Indonesia yang mencium tangan orang tua sebagai wujud rasa menghormati.
”Ibu tenang sekarang setelah melihatmu kembali. Nak Ludius mungkin tidak tahu, Silvia 2 hari ini ngambek tidak jelas sampai tidakk mau makan loh. Haduh.. Ibu pusing di buatnya”. Keluh Ibu Yuliana sambil melirik anaknya sambil menahan tawa dengan senyum ramahnya.
”Ibu..! husst.. apa – apaan sih ibu ini, nggak kok. Siapa juga yang ngambek”. Sahut Silvia membela diri. Malu pastinya Ibunya sendiri membuka kedok kenakalannya di saat suami kembali dari berpergian. Padahal niat awalnya Silvia melakukan itu juga karena berharap Ludius melihatnya dan segera kembali. Tapi kenyataannya tetap saja malu setelah kejadian itu telah usai.
”Hmmm.. sekarang saja sudah ada suami Ibu di suruh diam. Nah kalau tahu malu kenapa ada acara ngambek – ngambek segala?” ledek Ibu Yuliana.
”Ishh.. Ibu ini, nggak bisa jaga rahasia dikit apah? Udah tahu anaknya lagi mallu – malunya. Masih saja di ledek”. Gerutu Silvia lirih.
Karena tidak ingin berlarut – larut dengan rasa haru, Ibu Yuliana mengajak anak dan menantunya untuk sarapan bersama. ”Ayo Nak Ludius, kita sarapan bersama. Kamu juga Silvia, harus sarapan. Ibu nggak mau lagi lihat kamu ngambek – ngambek begitu”. Ujar Ibu Yuliana.
”Iya bu. Udah ah, jangan di bahas lagi. Lebih baik sarapan, aku juga lapar”. Karena perhatian Silvia teralihkan sejak pertama kali Ludius datang hingga ia mengabaikan hadiah yang Ludius berikan. Ia meletakkan begitu saja kotak perhiasan berisi Liontin yang Ludius belikan saat pergi ke pasar malam.
-
Kedatangan Ludius yang mendadak membuatnya meninggalkan sebagian barang bawaannya di mobil. Ia tidak sempat mengangkati barang bawaannya demi memberi kejutan pada Silvia.
Di ruang makan, Bibi Yun sudah menyiapkan sarapan dengan banyak menu yang di sukai Ludius dan Silvia. Begitu Ibu Yuliana, Ludius dan Silvia menuju ruang makan, semua menu suda tersaji. Ada sayur lodeh, tempe goreng yang menjadi menu andalan karena Ludius cukup ketagihan dengan rasa sederhana dari tempe goreng ini. rendang sapi, oseng capcay ala orang indo, wonton (pangsit kuah), dan masih banyak lagi.
”Bi.. wah, banyak sekali yang bibi masak?” celetuk Silvia saat melihat begitu banyak menu makanan tersaji.
Bibi Yun yang masih prepare makanan tersebut tersenyum. ”Anggap saja ini hadiah karena Tuan sudah kembali. Silahkan di nikmati Nyonya besar dan Nyonya muda”. Ujar Bibi Yun.
”Uhm, aku memang lapar..” Silvia duduk di kursi samping Ludius.
”Kalau tahu lapar mengapa tidak makan dan pura – pura kuat dengan mogok makan? Karena aku sudah pulang, kamu harus makan yang banyak”.
Silvia melirik tajam ke arah Ludius. ”Bahas saja terus. Senang kamu kan lihat aku mogok makan Cuma karena kamu nggak pulang – pulang?! Lain kali aku malas lakuin itu. Nysel aku!”. Katanya seraya membuang muka.
”Sudah – sudah.. berhenti berantemnya. Jangan kayak anak kecil ah. Kalian sudah mau jadi orang tua loh..” sela Ibu Yuliana menasehati anak dan menantunya.
Ibu Yuliana melihat mereka seperti punya anak baru lagi yang kerjaannya tiap hari selalu berantem. Ia hanya bisa mengelus dada dan memaklumi tingkah mereka berdua. Karena menurut Ibu Yuliana suasana seperti ini lebih baik dari pada melihat Silvia sedih karena suatu hal.
”Hufft... ini memang tabiat mereka. Biarkan saja lah,” gumam Ibu Yuliana.
Silvia terlebih dahulu mengambil wonton atau pangsit kuah di padu dengan sambal mentah dan sedikit nasi serta tempe goreng sebagai pelengkap. Lengkap sudah sarapann gado – gado ala Silvia.
Harap maklum yah, Silvia suka pedasnya itu kebangetan. Lagi hamil pun masih saja sambal tidak ketinggalan dari menu pelengkap makanannya, tidak peduli sarapan sekalipun.
”Sayang, kamu yakin sarapan dengan sambal sebanyak itu? Sambal mentah loh..” kata Ludius memperingatkan.