Chapter 130 - 130. Prosesi adat jawa Sindur Binayang (1/2)
Silvia perlahan membersihkan kaki Ludius dengan air bunga setaman dan mengeringkannya dengan kain. Maksud dari prosesi ini adalah untuk menunjukkan bakti sebagai seorang istri pada suaminya yang menjadi kepala keluarga.
”Tuan Lu.. Apakak kamu merasa tidak nyaman dengan acara yang seperti ini?”. Bisik Silvia. Dia tahu hal yang merepotkan seperti ini adalah hal yang paling di hindari Ludius.
”Tidak sama sekali, justru aku merasa seperti hidup di dunia yang berbeda. Dunia dimana kamu tinggal dengan ketenangan dan kedamaian tanpa adanya kekhawatiran. Aku bersyukur kamu hidup di dunia seperti ini bersama orang-orang yang ikut berbahagia dengan ketulusan tanpa adanya maksud lain dari senyum mereka ”. Balas Ludius. Setelah membersihkan kaki, Ludius membantu Silvia berdiri dengan senyum yang berbeda. Dan ini untuk pertama kalinya Sikvia melihat Ludius memberikan senyum tulusnya di depan orang lain.
Blusssh…
Seketika hati Silvia meluruh, dadanya berbedar tidak menentu melihat senyum Ludius. Pria seperti Ludius yang selalu menunjukkan sifat dingin dengan senyum liciknya, mau memberikan senyum tulusnya didepan orang lain seperti ini membuat Silvia tidak ingin melepas pandangannya.
Prosesi selanjutnya adalah SINDUR BINAYANG berupa kain berwarna merah dan putih dari pihak Ibu keluarga perempuan. Makna dari pemberian kain Sindur adalah untuk menyatukan dan mengantar pasangan menuju sebuah masa depan.
Silvia berdiri disamping kiri Ludius dan Ibu Yuliana menyampirkan kain sindur di punggung mereka. Dengan Paman Zhuan yang berada didepan sebagai penunjuk jalan dan Ludius memegang pundak beliau dibelakangnya bermakna bahwa orang tua siap mengantar mereka kesebuah masa depan dan siap menyerahkan tanggung jawab putri mereka pada suami yang menjadi kepala keluarga. Perlahan mereka berjalan menuju pelaminan dengan di iringi Gamelan jawa dan pembawa acara yang menerangkan makna setiap prosesi yang berlangsung.
Sesampainya di pelaminan panitia mengambil keris yang ada dipunggung Ludius dan mempersilahkannya duduk dan Silvia duduk di samping kiri Ludius. Prosesi selanjutnya yaitu Kacar-kucur dengan lambang bahwa kaum pria bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga. Seorang ibu paruh baya memberikan kain yang berisi uang receh beserta kelengkapannya dan meminta Ludius untuk mengucurkannya pada Silvia yang sudah memegang bungkusan merah. Diam-diam Silvia mencuri pandang pada setiap prosesi yang dilakukan Ludius dan tersenyum simpul.
'Tuan Lu.. Kamu sungguh berbeda hari ini, mulai dari melakukan hal yang rumit dan merepotkan, tersenyum pada orang lain dengan wajah cerah tanpa beban. Seandainya aku bisa membuatmu seperti ini setiap saat, mungkin aku akan melakukannya selalu dan selalu agar kamu selalu tersenyum seperti ini'. Batin Silvia.
Prosesi selanjutnya adalah dulangan atau saling suap menyiapi. Seorang panitia datang membawa nampan berisi satu piring nasi kuning berserta lauk pauknya dan memberikannya kepada pasangan.
”Sayang.. Mengapa kamu diam-diam memperhatikanku? Apakah aku begitu menawan hingga menyita pandangan dan perhatianmu? ”. Tanya Ludius jahil.
”Bukankah kamu terlalu percaya diri Tuan Lu!! lagi pula aku memperhatikanmu karena nasi yang ada di tangan kita. Aku hany ingin memberitahumu, Mereka memberikan ini untuk kita saling menyuapi”.
”Eh.. Benarkah hanya seperti itu?. Baiklah, Sayang.. Ayo buka mulut. Biarkan suamimu ini menyuapimu”. Goda Ludius.