Chapter 123 - 123. Pingit (1/2)
”Kamu tidak melakukan kesalahan apapun Sayang. Maaf kalau aku tiba-tiba bersikap dingin padamu. Lain kali, kamu harus menyadarkanku jika aku berbuat kesalahan yang sama. Sayang.. Mungkin sedikit ciuman darimu akan membantu mengembalikan kesadaranku yang hilang ”. Kata Ludius jahil.
”Sedikit ciuman?! ”. Silvia terkejut dengan perkataan Ludius, Wajahnya seketika memerah. ”Ba.. Baiklah! Sedikit ciuman sepertinya tidak apa-apa ”.
Dengan cepat Silvia mencium bibir Ludius dengan mata tertutup membuat Ludius tidak ingin melepas ciuman yang diberikan Istrinya. Karena Ludius tidak melepas ciumannya membuat Silvia sadar bahwa dia sedang dijahili suaminya dan segera mendorong Ludius.
”Tuan Lu! Apa kamu sengaja melakukan ini? Kamu sedang mempermainkanku yah? ”.
”Sayang, barusan kamu berinisiatif menciumku terlebih dahulu, Mengapa kamu sekarang marah?. Lagian, kalimat mana yang mengatakan aku memintamu untuk menciumku? ”. Kalimat yang tepat untuk membuat Silvia terdiam malu, pipinya memerah membuatnya memalingkan wajah.
'Sayang.. Kamu masih saja seperti dulu, Paling tidak bisa kalau dijahili seperti ini. Padahal aku ini suamimu, tapi tetap saja kamu tersipu malu. Benar-benar sifat dari Istriku ”.
”Sudah! Lebih baik kita cepat kerumah Ibu dan menemui Keluarga Al Farezi. Bukankah nanti malam acara Seserahan (penyerahan). Lagi pula nanti malam aku sudah di pingit (berdiam tanpa boleh bertemu pasangan), jadi jangan bermimpi untuk menjahiliku lagi ”.
Ludius memalingkan wajah Silvia ke arahnya. ”Heh.. Iyakah. Apa kamu lupa siapa aku Sayang? Aku ini Ludius Lu, tidak ada yang bisa mencegahku bertemu Istriku. Jadi tunggulah, bagaimana aku bisa menemuimu malam nanti tanpa ada orang yang tahu ”. Ludius melepas Silvia, dia menjalankan mobil menuju rumah Ibu Yuliana.
Diperjalanan Silvia teringat bahwa mereka belum fitting baju pengantin ”Tuan Lu.. Bukankah kita akan fitting baju penganting”.
”Sayang.. Aku fikir tidak perlu. Aku percaya apa yang dipilihkan keluargamu tidak akan merusak citraku didepan orang. Apapun yang mereka persiapkan akan aku pakai ”. Jawab Ludius santai.
”Oh, baiklah ”.
Setibanya di depan rumah Ibu Yuliana, Ludius menghentikan mobilnya. Dia dan Silvia keluar bersama dan saling menggandeng tangan masuk kedalam rumah.
Tok.. Tok.. Tok.. Dari dalam seseorang membuka pintu.
”Silvia.. Lama tidak berjumpa, Kakak sangat merindukanmu ”. Sapa Julian
”Kakak Julian, aku juga merindukan Kakak ”. Silvia memeluk Julian didepan Ludius, dan Julianpun menerima dengan senang hati pelukan dari Silvia membuat Ludius memasang wajah Kesalnya atau bisa disebut CEMBURU! . Julian yang melihat kecemburuan Ludius melebarkan senyum.
”Ekhemm.. Sayang.. Bukankah kamu kesini untuk menjemput Ibumu? ”. Tanya Ludius penuh penekanan dengan tatapan dingin yang dia tinjukkan pada Julian dan membuat Silvia sadar pria itu tidak senang melihatnya memeluk Julian.
Silvia melepas pelukannya, dan menoleh kearah Ludius. Dia mengerutkan kening melihat tingkah Ludius yang kekanakan.
”Kakak Julian, dimana Ibu? ”. Tanya Silvia.
Dari dalam Ibu Yuliana keluar dengan penampilan yang sudah rapih. ”Silvia dan Nak Ludius.. Apa kalian sudah menunggu Ibu lama? ”.
Ludius menghampiri Ibu Yuliana dengan wajah yang seketika berubah ramah ”Ibu, terimalah salamku... Maaf kami baru bisa menemuimu setelah sampai di Indonesia. Aku dan Silvia mengharapkan Ibu mendampingi kami menemui Keluarga Inti ”.
”Tidak perlu sungkan Nak.. Sekarang kamu adalah putraku. Mari.. Ibu juga sudah selesai bersiap. Ohya, Kebetulan Julian juga akan ikut, jadi Ibu bareng Julian saja ”. Ibu Yuliana mengunci pintu.
”Baiklah Bu ”. Ludius mendekap Silvia dan keluar bersama Ibu dan Julian. Dia memandang Julian seolah sedang menunjukkan kemesraannya pada Julian.