Chapter 34 - 34. Lumpuh!! (1/2)
Terdengar suara pintu diketuk, ternyata Dokter Spesialis saraf datang menemui Ludius yang sedang menemani Silvia.
Karena ada suatu hal ingin dibicarakan, Ludius harus menemui dokter dan meninggalkan Silvia sendiri di ruang ICU. ”Sayang.. aku akan pergi sebentar..” Ludius mengecup kening Silvia sebelum akhirnya keluar bersama dokter.
Mereka berjalan menuju Ruangan Dokter untuk membahas lebih lanjut. Dia adalah Dokter David, Dokter spesialis Saraf yang sengaja Ludius undang untuk menangani kasus Silvia.
”Tuan Lu, ada yang harus aku sampaikan. Dari hasil uji Lab, Obat itu bisa memberhentikan laju kelumpuhan pada saraf, Tapi masih belum cukup untuk memperbaiki saraf yang telah lumpuh. Keadaan ini memang memakan waktu yang cukup lama”.
”Berapa persen kelumpuhan yang dideritanya Dok?”
”Menurut hasil scan, 20 persen tubuhnya sudah mengalami kelumpuhan, Terutama bagian Kaki tangan dan hampir menjangkau mata. Syukurlah Pasien sudah disuntik kan obat yang Tuan Lu bawa. Obat ACONITINE memang ilegal dan sudah lama menghilang. Tapi tidak disangka ternyata masih ada orang yang memiliki nya”
”Saya berharap banyak pada Dokter David untuk kesembuhan Silvia..”. menjabat tangannya.
”Jika tidak ada kendala lain, Pasien akan siuman dalam waktu 1x 24 jam. Ini memang kasus yang sedikit rumit. Saya harap Tuan Lu mau bersabar”.
Ludius keluar dari Ruangan David dengan wajah hambar, Dia teringat kembali perkataan terakhir Silvia. 'Mengapa kamu melakukan itu semua? Jika kamu memang Lelah.. Kamu tidak perlu melakukan ini kan..!!'.
***
Satu hari setelah kejadian itu, Ludius selalu berada di samping Silvia. Ia serahkan semua urusan kantor pada Longshang dan Wangchu, Sesekali Bibi Yun dan Ling Ling datang menjenguk. Sosok Ludius terlihat berubah 180derajat, kini dia terlihat lebih hangat dan manusiawi walau hanya didepan Silvia.
”Ini sudah hari kedua kamu terbaring disini sayang.. Bangunlah..!!”, Ludius mencium tangan Silvia yang hangat.
Perlahan Silvia menggerakkan kelopak matanya, ia membuka mata dan melihat ada di sampingnya. Namun anehnya adalah ia merasakan berat saat ingin menggerakkan anggota tubuhnya. Seperti layaknya orang cacat Silvia heran dengannya saat ini.
Terasa berat, mengapa aku tidak bisa menggerakkan kaki dan tanganku? Semua tubuhku seperti mati rasa. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?!
Wajah Silvia terlihat syok setelah menyadari dirinya tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya. Tubuhnya gemetar hebat, seketika kondisi mentalnya terguncang.
”Ludius, ap.. Apa yang terjadi pada tubuhku? Ak.. Aku tidak bisa menggerakkanya”. Mata Silvia basah
Ludius yang melihat Silvia syok dengan kondisinya langsung mengangkat tubuh Silvia dan memeluknya.
”Tenang sayang, tenangkan dirimu..” Ludius membelai kepala Silvia dan mengusap air matanya dengan lembut. Dalam pelukannya Silvia mulai tenang kembali.
Beberapa saat Silvia diam dalam kehangatan dekapan Ludius, ia yang ingin meronta dengan kondisinya namun ia sadar masih ada seorang pria yang tengah memeluknya erat.
Sesaat Silvia teringat dengan kondisi Ludius yang sebelumnya terlihat banyak bercak darah dikemejanya. ”Ludius, bagaimana Keadaanmu, Apa kamu terluka? Waktu itu, Aku melihat banyak bercak darah di bajumu”.
Ludius membelai wajah Silvia lembut, ia tidak tahu bahwa Silvia yang tengah terluka masih sempat mengkhawatirkannya. ”Sayang.. Berhentilah bicara, Aku baik-baik saja. Keadaanmu seperti ini tapi masih mengkhawatirkanku?” Mata mereka saling pandang, tatapan hangat penuh arti menggoyahkan hati Ludius.
”Jujur aku memang tadi sedikit syok bahkan aku ingin berteriak dan menghujat semuanya. Tapi aku kembali teringat, Jika memang aku ditakdirkan untuk Lumpuh, maka tidak ada yang bisa mencegahnya. Kamu tahu.. Bahkan aku sudah siap jika memang Tuhan akan mengambil nyawaku waktu itu. Karena aku meminta pada-Nya untuk memberiku kesempatan ada di sampingmu sampai acara pertunangan selesai dan Tuhan mengabulkannya”. Ucap Silvia lirih, sesekali ia tersenyum melihat ekspresi wajah Ludius yang penuh kekhawatiran.
”Jika aku tahu itu adalah permintaanmu pada Tuhan, Maka aku akan mencegahnya. Apa kamu pikir aku rela melepaskan mu pergi dari sisiku?!”. Perkataan sederhana yang Ludius ucapkan terlihat begitu menyayat.
Sedalam itukah kau memandangku?
”Ludius kamu tahu, aku meminta itu pada Tuhan karena aku percaya suatu saat kamu juga akan mempercayai Tuhan yang tidak pernah kamu lihat dan kamu yakini”.
”Tapi aku adalah seorang manusia tanpa hati dan perasaan, Aku hidup penuh dendam dan ambisi”.
”Ludius, Kamu masih mempunyai hati dan perasaan. Jika kamu tidak memilikinya, wajahmu tidak akan sejelek ini saat melihat ku terluka”. Ledek Silvia,
”Dasar nakal, kamu terluka tapi masih bisa meledek seorang Ludius? Aku akui.. Aku kalah. Jadi Berhentilah bicara, nafasmu sudah mulai terengah-engah”. Ludius membaringkan Silvia kembali.