Chapter 28 - 28. Sebuah Tamparan (2/2)

”Silvia ada apa denganmu, tidak biasanya kamu seperti ini? Sebenarnya apa yang di lakukan Tuan Lu padamu?”. Tanya Lingling lirih.

”Bukan apa-apa dan todak terjadi apapun”. Jawab Silvia singkat.

Hari ini ada kelas dari Hanson, Dia masuk seperti biasa.

”Selamat Pagi semua..” Sapa Hanson yang baru saja masuk kelas, ia mengedarkan pandangannya mencari seseorang.

Dosen telah masuk, Silvia mencoba memperbaiki Moodnya. Ia teringat kalau Dosen kali ini adalah Hanson, ia mengambil buku dan mencoba menutupi wajahnya dengan Buku yang sedikit tebal. 'Huft.. Ku harap ia tidak melihat kearahku!'. Desah Silvia. Ia mengintip sedikit, dan tidak mendapati Hanson ada didepan kelas.

”Silvia, sepertinya kamu sedang belajar dengan serius..?”. Sapa seseorang yang tiba-tiba ada disamping Silvia.

Silvia Memalingkan wajah ke arahnya ”Eh… Pak Dosen, Ah.. iya pak, sekarang kan mata kuliah Bapak, Jadi saya harus bersungguh-sungguh. Hehe” jawabnya dengan senyum dipaksakan.

”Itu bagus.. ”. Hanson melanjutkan langkahnya dan kembali kedepan dengan sesekali melihat kearah Silvia.

***

Kelas hari ini telah usai, Silvia bergegas menarik Ling Ling keluar untuk menghindari Hanson.

”Silvia..!” Panggil Hanson membuat langkah Silvia terhenti dan membalikkan badannya

”Ada apa ya Pak..!” Jawab Silvia formal.

”Aku kan sudah bilang jika hanya kita berdua, jangan panggil aku dengan sebutan PAK, apakah aku setua itu bagimu?” Hanson mendekati Silvia, dan memberi isyarat pada Ling Ling untuk pergi.

”Silvia dan Pak Hanson. Sepertinya aku harus pergi dulu. Silvia.. Nanti kabari aku jika kamu sudah sampai rumah yah..”. Ling Ling berjalan menjauh.

'Ling Ling, teganya kamu meninggalkanku dengan orang ini..'. Batin Silvia. Perlahan Silvia berjalan mundur untuk menjaga jarak.

Hanson terus mengikuti langkah Silvia ”Silvia, kenapa kamu terus menjaga jarak dariku..” Silvia terpojok hingga dia terdiam, Pandangannya terhenti didepan Hanson.

”Tuan Hanson, aku sudah akan bertunangan. Jadi Tuan.. berhentilah untuk melakukan hal seperti ini, Hargailah keputusan yang sudah ku buat”. Silvia berkata dengan tegas namun lirih.

”Oh.. Jadi kamu mengakui pertunangan itu? Aku kira kamu akan menjelaskan padaku kalau itu hanya omong kosong dari Ludius”. Terlihat Hanson mulai kesal dan geram mendengar itu langsung dari mulut Silvia.

”Tuan Hans, sejak awal kita memang hanya sebatas teman. Aku tidak tahu apa yang ada dalam fikiran Tuan, Tapi kenyataannya aku akan bertunangan dengan Ludius itu adalah benar adanya”. Silvia berkata dengan Memalingkan wajahnya.

Lelucon yang memuakkan..! seorang Hanson Lei, bertaruh untuk seorang wanita. Mengapa sekarang justru merasa sakit mendengar perkataan itu darinya?. Apakah karena tidak ingin menerima sebuah kekalahan?

Hanson diam untuk beberapa saat membuat Silvia harus mengakhirinya dan pergi. Lagi-lagi ia dikejutkan dengan kedatangan Ludius yang tiba-tiba.

”Sayang.. apakah hari ini mata kuliahmu sudah selesai?”. Sapa Ludius dari arah depan. Ludius menghampiri merdeka, dan mendekati Hanson ”Tuan Hans, bagaimana kabar anda?”. mengulurkan tangannya pada Hanson

Kedatangan Ludius membuat Hanson tersadar dari diamnya. Ia segera menguasai kesadaran sepenuhnya sebelum Ludius menyadari akan sikapnya. ”Tuan Lu, keadaanku baik”. Menerima uluran tangan. ” Aku dengar Tuan Lu akan bertunangan dengan Silvia. Saya ucapkan SELAMAT..”. Ucapan Hanson penuh penekanan, ia seakan menahan semua di kepalan tangannya.

Ludius mendekati Hanson ”Tuan Hans, sudah kukatakan bukan. Dalam acara Party waktu itu adalah karena aku masih berbaik hati memberimu umpan untuk kau nikmati sejenak. Lihatlah.. dengan sendirinya dia kembali ke pelukanku. Terima saja kekalahanmu Tuan Hans..!” Bisik Ludius.

”Ludius, Tuan Hans.. apa yang sedang kalian bicarakan?!” tanya Silvia hati-hati melihat ada aura mematikan diantara mereka berdua.

Ludius mundur dengan perlahan, senyum seringainya mampu membuat Hanson terdiam. ”Tidak apa-apa sayang, Tuan Hans hanya memberikan selamat padaku, karena akhirnya aku bisa mendapatkanmu”. Ludius melirik kearah Hans dengan senyum puas.

”Ayo kita pulang, Bukankah aku sudah berjanji untuk mengajakmu makan bersama..” Ludius membawa Silvia pergi dari hadapan Hanson..

Ludius membawa Silvia masuk kedalam mobil, ia memandang Silvia dengan tatapan cemburu ”Sayang.. apa kamu begitu senang di perebutkan oleh banyak pria, Siapa dari mereka yang kamu sukai? Li Thian, atau justru Hans?” Tanya Ludius selidik.

”Berhentilah bertanya hal yang tidak jelas Ludius. Ingatlah tamparan yang masih membekas di wajahmu! Bukankah aku sudah menjadi calon Tunanganmu. Apakah itu masih belum cukup?” Silvia berkata dengan dinginnya.

Ludius menjalankan mobilnya. ”Bagus kalau kamu menyadari itu, Kamu hanya akan menjadi milikku seorang..!”. Terlihat jelas Ludius sedang kesal saat ini.

Silvia lebih memilih diam memandang keluar jendela dan tidak menyinggung nya.