Chapter 139 Ibu (Part 3) (2/2)

“ Nyonya, kenapa anda seperti ini?”

laki-laki itu memotong pembicaraan nyonya. Dia tidak ingin mendengar apapun

alasannya. Dia sudah cukup mendengar apa yang harus ia dengar dari pembicaran

wanita di hadapannya ini dengan nona Daniah tadi.

“ Apa kamu mau mengadukan semuanya

pada Saga?” terlihat sekali ibu kuatir, dia tidak perduli dengan pertanyaan pak

Mun.

“ Sesuai dengan permintaan nona

Daniah saya tidak akan mengatakan tentang pil dan apa yang nyonya katakan pada

nona tadi. Tapi saya minta cukup sampai disni. Apapun yang nyonya rencanakan

cukup sampai di sini.” Terdengar ibu bernafas lega. Walaupun kemudian terlihat

dia tampak gusar, karena mencerna kalimat pak Mun sebagai suatu ancaman

untuknya.

“ Lancang sekali, apa sekarang pak

Mun sedang mengancam saya.”

“ Tidak nyonya, bagaimana mungkin

saya mengancam nyonya. Saya hanya berusaha menjaga ketenangan rumah ini untuk

tuan muda.”

Wajah ibu sangat masam mendengar

perkataan pak Mun.

“ Aku tidak akan menggangu Daniah

sebagai istri Saga. Aku hanya.”

“ Nyonya, bukankah seharusnya anda

berterimakasih. Karena nona Daniah bisa membuat tuan muda tersenyum kembali

setelah sekian lama. Seharusnya anda mendukung mereka, untuk kebahagiaan tuan

muda.” sebuah argumen sederhana yang di lontarkan, karena pak Mun yakin, kalau nyonya juga melihat kebahagiaan di mata tuan muda. Bahwa saat ini nona mudanya adalah wanita yang akan memberi pengaruh besar dalam hidup Saga.

“ Pak Mun, ini bukan hanya untuk

sekarang. Tapi untuk kehidupan selanjutnya keluarga ini. Keturunan  Saga harus berasal dari wanita yang sama

derajatnya dengannya.”

Pak Mun terlihat sangat tidak suka

dengan kalimat nyonya di depannya. Apa yang salah dengan nona mudanya, derajat,

keturunan. Apa pentingnya itu jika tuan Saga menerima dan mencintainya dengan

tulus. Itu sudah hal paling utama, tidak ada yang lebih penting dari itu semua.

“ Nyonya, kalau saja tuan besar

masih hidup apa yang akan di pikirkannya jika tahu anda melakukan hal seperti

ini.”

Wajah ibu terlihat getir. Dia

tertunduk sekarang.

“ Tuan besar bukan orang yang suka

membedakan status orang lain. Saya rasa dialah yang akan paling bahagia melihat

tuan muda dan nona Daniah.” Pak Mun tahu, kata-katanya terdengar menyakitkan dan seperti kecaman. tapi ini adalah kenyataan yang bisa menyadarkan nyonya kedepannya. ” Apa nyonya tahu, karena sikap tuan besar yang baik pada semua orang dan tidak membedakan derajat orang lain.” Pak Mun menghela

nafas ketika melihat nyonya mengigit bibirnya kalah. “ Hari ini, ada banyak

orang seperti sekertaris Han yang berdiri di belakang tuan muda. Menyayangi dan

mencintai tuan muda. Mereka yang akan dengan tulus berkorban untuk tuan muda.

Semua itu tidak muncul begitu saja kan nyonya.”

“ Hentikan.” Sadar, bahwa apa yang diucapkan pak Mun adalah benar. Dan dia merasa kesal karenanya.

“ Karena kebaikan tuan besar sejak

dulu, saat ini tuan muda bisa bersama orang-orang yang menyanyanginya.”

Lagi-lagi ibu tidak bisa membantah

bagian apapun yang di ucapkan pak Mun. Membuatnya serasa tersapu gelombang kekalahan. Air itu menariknya hingga ke tengah lautan kegetiran. tapi tetap saja, dia masih merasa bahwa Daniah tidak pantas menjadi ibu dari anak putranya.

” Saya harap, nyonya menyerah dengan rencana apapun yang sedang coba nyonya lakukan.”

Bersambung