Chapter 145 - Kusam dan Jelek (1/2)

Satu Bulan Kemudian

”Kau mau kemana Dith? mama barusan dapat telpon kalau Alisya sudah sadarkan diri!” Ibu Adith menghentikan Adith yang sudah bersiap akan pergi.

Adith yang tidak pernah lagi kembali menjenguk Alisya sejak dia masuk rumah sakit sebulan yang lalu membuat ibutnya khawatir terhadap Adith terlebih karena ekspresi wajah Adith terlihat kelam setiap harinya.

”Maaf ma, Adith punya urusan lain!” jawab Adith mengecup kening ibunya sebelum mengikat sepatunya meninggalkan rumah.

”Bukankah kamu selalu menunggu Alisya sadarkan diri? sudah sebulan berlalu sejak dia tak sadarkan diri dirumah sakit karena pendarahan serta tekanan yang dialaminya waktu itu. Mama tau kamu selalu menyalahkan dirimu karena kejadian itu, tapi Alisya sangat menginginkan kehadiranmu saat ini” Kalimat yang dilontarkan oleh ibunya sejenak menggerakkan hati Adith. Namun saat ini Adith belum memiliki cukup keberanian untuk melihat wajah Alisya.

”Kamu yakin tidak ingin pergi melihat Alisya?” Ayah Adith bertanya sekali lagi untuk memastikam keputusan Adith.

Tanpa menjawab pertanyaan ayahnya, Adith berbalik dan tersenyum menyalami keduanya.

”Adith pergi dulu yah, mama sama bapak jangan lupa makan! Adith akan pulang cukup larut jadi tidak usah menunggu Adith!” Ucapnya sambil berlalu pergi memakai motornya yang sudah terparkir rapi didepan pintu gerbang rumahnya.

Adith memacu motor besarnya dengan sangat laju membelah keramaian kota yang semakin memadat disore hari karena semua orang yang berlomba-lomba ingin kembali kerumah setelah lelah dengan segala aktivitasnya seharian. Fikiran Adith terus melayang kepada kejadian dimana Alisya yang terluka parah mampu menyembunyikan rasa sakitnya dan terus masih saja menyelamatkannya dan melindungi dirinya sedangkan dirinya hanya terdiam melihat seluruh kejadian itu tanpa berbuat apa-apa.

”Sial!!!! apa setidak berguna itu diriku sampai kau harus melindungiku?” Adith memukul setir motornya dengan sangat keras sampai menimbulkan sedikit rasa keram ditangannya karena lebam. Adith terus saja memikirkan bagaimana ia selalu dilindungi oleh Alisya sejak ia kecil hingga saat ini dimana seharusnya ia telah mampu melindungi Alisya.

Ibu Adith menatap anaknya pergi dengan perasaan khawatir juga sedih. Punggung Adith sudah menghilang dari pandangannya namun ia masih belum beranjak dari tempatnya berdiri melihat anaknya pergi.

”Jangan khawatir, Adith anak yang kuat! Dan dia tau akan apa yang harus dia lakukan. Kita sebagai orang tua harus memberikan sedikit ruang baginya dan terus mendukungnya dengan sepenuh hati terlebih dengan keadaan yang seperti ini” Ayah Adith memeluk pundak istrinya dan menuntunnya masuk kedalam rumah.

”Iya pa,, Maaf karena sudah buat papa khawatir, maaf juga saya jadi kurang memperhatikan papa karena selalu sibuk merawat Alisya!” Terangnya dengan senyuman yang lembut. Ibu Adith yang mengetahui bagaimana usaha Alisya sewaktu melindungi Adith membutnya tak pernah bergeser dari ranjang Alisya karena rasa syukur serta takut akan kehilangannya lagi. Alisya sudah masuk menjadi bagian dari hati Ibu Adith sehingga ia merawat Alisya seperti anaknya sendiri.

”Saya tau kamu begitu mencintai Alisya dan sangat menyayanginya. Tapi ingat kondisimu juga, Alisya pasti takkan senang jika mengetahui kamu terlalu memperhatikannya sampai-sampai melupakan dirimu sendiri.” Ayah Adith mengambilkan segelas air minum kepada istrinya. Hari itu ia meliburkan diri dari pekerjaan kantor untuk mengurus istrinya yang kelelahan karena kurang tidur selama menjaga Alisya dirumah Sakit.