Chapter 388 - 388. (1/2)
'Arrrgh... hatiku, mengapa bisa seperti ini? Rasanya seperti saat pertama kali bertemu saja.' Batin Silvia, ia memegang dada dengan kedua tangannya. Menahannya agar jangan sampai terdengar oleh Ludius.
”Pftt.. dasar istri tsundere, rindu saja masih bisa beralasan. Kalau kangen, mengapa tidak mengatakannya saja..” gumam Ludius.
Teringat masih memakai kemeja berlumuran darah, ia lebih memilih untuk melepaskan Silvia untuk sementara. ”Sayang, aku akan mandi sebentar. Jangan lupa untuk sentuhan malamnya..” goda Ludius yang sudah ada di depan lemari mengambil pakaian bersih dan handuknya.
Perkataan Ludius rupanya masih di dengar jelas oleh Silvia, terlihat dari selimutnya yang bergerak menaik di tarik semakin dalam. Dalam bayangan Ludius, ia sedang membayangkan seperti apa kiranya wajah imut dan menggemaskan istrinya ketika sedang menahan malu di depannya.
'Berhentilah mengkhayalkan istrimu Ludius, lebih baik kau mandi dan beristirahat. Aku akan melepaskanmu, marmut kecil.'
-
Waktu telah berjalan 20 menit lamanya, dan sekarang jarum jam sudah menunjukkan pukul 02.30 pagi. Ludius baru saja keluar dari kamar mandi dan masih mengenakan handuk kimono putih dengan rambut hitamnya yang masih basah, menghampiri Silvia yang terbungkus rapat selimut tebal.
Tidak ingin berlama-lama memandang istri pemalunya, Ludius ikut membaringkan diri di sisi istrinya dengan posisi menyamping mendekap tubuh hangat istrinya. ”Selamat malam Sayang, semoga kamu selalu bermimpi indah. Tidurlah dengan nyenyak, aku ingin kamu besok terbangun dan kita akan pergi berlibur menghambiskan waktu untuk bersama.” Ia mencium kepala Silvia, dengan tangan sesekali mengusap-usap perut istrinya yang sudah tidak rata lagi.
”Aku mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, Sayang. Tidak peduli apapun dan bagaimanapun keadaan kita di masa depan. Aku sebagai suamimu takkan pernah melepaskanmu. Ini adalah janjiku padamu, Sayang. Aku harap kamu juga mempercayaiku dan cinta kita.”
Malam ini berakhir dengan perkataan Ludius yang membuat Silvia tidak bisa mengatakan apapun. Hatinya malam ini sudah di penuhi dengan perasaan terharu juga takut. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Ludius selalu penuh makna, dan mengandung sebuah arti yang kadang membuat Silvia selalu menebak apa yang sedang ada di dalam pikiran suaminya.
'Aku juga mencintaimu, suamiku. Tidak pedulli apapun yang terjadi di masa depan, cobaan apa yang akan menimpa keluarga kecil kita, aku akan selalu berada di sisimu, mendukungmu dengan segala apa adanya diriku. Tuhan menciptakan hati untuk saling mengisi dan mengerti, aku akan selalu mengingat ini dalam setiap derup napasku. Hingga dunia tahu bahwa cinta dan kasih sayang kita abadi, sampai maut memisahkan kita..' hati Silvia berbicara dengan sudut matanya basah mewakili perasaan di hatinya.
***
#Keesokan harinya..
Pagi ini Ludius sudah terbangun lebih awal dari istrinya, ia sengaja sepagi ini pergi ke ruang kerja untuk menelpon Azell dan memberitahukan anaknya bahwa ia ingin mengajak Azell untuk pergi bersama mereka.
Duduk di depan meja kerja, dengan tubuh masih berbalut handuk kimono ia mengabaikan penampilannya dan langsung menghubungi Azell dengan binar bahagia layaknya seorang Ayah.
Drrt.. drrt..
[”Hallo Ludius, untuk apa kau sepagi ini menghubungi putraku?”]