Chapter 174 - 174. Ungakapan Hujan (1/2)
Hujan yang lumayan lebat di sertai kenakalan kecil Silvia sekejap mampu melepas penatnya beban yang akhir-akhir Ludius rasakan.
”Sayang, hujannya mulai lebat. Berhentilah bermain-main”. Tegur Ludius.
”Suamiku, kamu berkata seperti Pak tua saja”. silvia menarik tangan Ludius yang sedang memegang payung, seketika payung kabur terbawa angin dan keduanya kini basah kuyup bersama. ”Nah… sekarang baru impas!!”.
Air hujan menguyur Silvia dan Ludius di tengah keheningan. Sejenak Ludius tersenyum simpul merasakan hujan yang berbeda.
”Sekarang apa suamiku sudah baikan? Wajah tampanmu tidak cocok untuk perasaan putus asa. Cerialah Sayang..!”. Ledek Silvia sambil mengedipkan satu matanya.
”Akhir-akhir ini istriku lebih berani, sepertinya memang perlu dihukum agar tidak meledek suaminya seperti ini”.
Ludius menarik pinggang Silvia hingga tidak ada jarak di antara mereka. ”Biarkan hujan jadi saksi kalau hatiku akan selalu mencintaimu”. Katanya dengan lembut, kecupan hangat melesat di kening Silvia.
”Aku harap kau tidak mengingkarinya”. Silvia membalas kecupan Ludius dengan pelukan.
Ludius mengangkat Silvia dalam pelukannya dan membawa Silvia kembali ke dalam mobil di tengah lebatnya hujan.
'Andai waktu bisa berhenti, mungkin ini akan jadi satu-satunya waktu yang paling aku rindukan'.
Didalam mobil Silvia menggigil kedinginan, ia mendekap kedua tangannya. Wajahnya mulai pucat pasih, bibir merahnya mulai membiru.
Ludius yang kebetulan tidak memakai jasnya mengambilnya dikursi belakang, karena terlalu jauh tangan Ludius tidak sampai hingga terpeleset dan terjatuh di depan tubuh Silvia.
Silvia sontak saja marah, ”Kau sengaja yah!!”. Omel Silvia.
”Hahaha… Sayang jangan salahkan aku. Salahkan mengapa kita basah kuyup seperti ini, tanganku jadi licin dan terjatuh di atas badanmu. Memangnya aku sengaja?”. Balas Ludius berkilah.
”Dasar pandai bersilat lidah. Arrgh… Ternyata dingin juga air hujannya”. Gumam Silvia.
Ludius yang sudah mengambil jasnya menyampirkannya di tubuh Silvia. ”Terima kasih Sayang”. Katanya lirih
”Terima kasih untuk apa?”. Tanya Silvia mengeryitkan kening, tidak biasanya Ludius mengatakan MAAF!
”Karena telah ada untukku”. Jawab Ludius singkat.
”Mellow sekali suamiku ini.. Mana sikap mengerikan yang selalu ditunjukkan pada orang-orang?”.
”Tentu saja aku tak akan menunjukkan sikap dinginku pada Istriku yang suka mengomel”. Ludius mengecek kening dan tubuh Silvia. Suhu tubuhnya panas dingin.
”Sayang sepertinya kamu demam. Tubuhmu panas dingin sekali. Dasar istri keras kepala!! Aku sudah memanggil seseorang untuk menjemput kita”. Ludius mendekap tubuh Silvia sambil menunggu seseorang menjemput mereka.
”Kalau aku tidak melakukan ini, apakah suamiku berhenti putus asa?”. Tanya Silvia dengan serius.
”Bodoh!! Siapa yang putus asa? Aku hanya merasa lelah dan memejamkan mataku. Tidak ada putus asa dalam kamus Ludius Lu. Aku harap kamu tidak melakukan hal konyol lagi di lain hari”.
”Seriusan tidak sedang putus asa? Pandangan matamu tidak bisa membohongiku lho Sayang..”. Ledek Silvia lagi. Kesadaran Silvia mulai kabur, ia sampai tidak ingat sudah berapa kali ia hampir kehilangan nyawa.