Chapter 95 - 95. Apakah aku harus Meminta Maaf?! (1/2)
Perjalanan dari Butik kerumah terasa begitu lambat bagi Silvia yang sedang menantikan Pria dengan segudang sifat aneh itu memasak untuknya. Dalam hatinya ingin sekali merasakan masakan ala Tuan Ludius. Silvia bahkan sudah siap dengan ledekannya untuk Ludius sebagai ganti Ludius yang selalu meledaknya.
”Mengapa kamu diam saja Sayang? Apa kamu sedang memikirkanku?”. Katanya menebak.
”Sok tahu kamu! Dari mana pemikiran seperti itu muncul. Ah.. Aku lupa, kamu adalah Tuan Lu yang selalu memiliki segudang kepercayaan diri dan kata-kata manis yang mematikan. Bahkan satu kata yang keluar dari mulut manismu itu bisa membunuh orang! ”. Kata Silvia ketus.
Seketika mobil terhenti, Ludius terdiam cukup lama tanpa memalingkan wajah kearah Silvia. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu dan tidak lama dia menjalankan kembali mobilnya.
'Ya Tuhan! Apa yang aku katakan barusan? Aku pasti terlalu bodoh karena mengatakan hal bodoh seperti tadi pada Ludius'. Batin Silvia yang merasa bersalah.
Sepanjang perjalanan Ludius terdiam tanpa berkata sedikitpun. Dia yang diam dan bersikap dingin membuat Silvia merasa tidak nyaman. Silvia merasa bimbang dengan apa yang harus dia lakukan.
'Apa sebaiknya aku meminta maaf?! '. Batin Silvia.
Setibanya di depan rumah pun Ludius keluar dari mobil tanpa memperdulikan Silvia yang masih didalam mobil. Silvia berjalan keluar dengan perasaan yang bersalah. Siang yang Silvia impikan dengan membayangkan mencicipi masakan Ludius sepertinya tidak bisa terwujud.
Silvia masuk kedalam rumah dan langsung mencari keberadaan Ludius di kamarnya, tapi tidak menemukan pria itu disana. Lalu Silvia terpikir untuk mencari Ludius di ruang kerjanya, tapi tetap saja dia tidak ada disana.
”Ludius, kamu ada dimana? Aku hanya ingin meminta maaf. Aku terlalu bodoh mengatakan hal yang seharusnya tidak kukatakan”. Kata Silvia didalam ruang kerja.
Dari belakang tiba-tiba seseorang mendekap nya. ”Sayang.. Apa apa denganmu, mengapa kamu terlihat bersedih?! ”. Tanya Ludius.
Silvia yang mendengar suara Ludius langsung membalikkan badan dan menundukkan wajahnya. ”Jangan pernah tunjukkan wajah dinginmu, itu menyiksaku. Maafkan aku, aku telah mengatakan hal yang seharusnya tidak kukatakan padamu”. Kata Silvia penuh penyesalan.
Ludius mengangkat wajah Silvia dengan sebuah senyuman. ”Sayang, kamu berfikir terlalu jauh. Siapa yang sedang marah kepadamu?. Memangnya kamu tadi mengatakan apa sehingga aku marah kepadamu?”.
”Apa sedari dari tadi kita berbicara kamu tidak memperhatikan nya?. Lalu Apa-apaan sikapmu yang menghentikan mobil secara tiba-tiba dan bersikap dingin tanpa berbicara sepatah katapun?”. Tanya Silvia.
”Ah.. Itu.. Aku sedang memikirkan siapa yang sedang mengincar dirimu? Maaf aku tidak mendengar apa yang kamu katakan terakhir kali. Sayang memang apa yang kamu katakan?”. Kata Ludius santai tanpa tahu apa-apa.
”Kamu fikir saja sendiri, Dasar Pria tidak tahu perasaan wanita!”.
Silvia yang mendengar jawaban Ludius yang santai tanpa mengerti betapa merasa bersalah nya Silvia karena perkataannya melepas pelukan Ludius dan beranjak pergi dari ruang kerja dengan perasaan kesal.
”Apakah seperti ini Mood dari wanita?. Baru saja tertawa dan tersenyum dalam sekejap berubah menjadi marah. Memang apa yang dia katakan di mobil tadi sehingga dia begitu marah?. Ah.. Mood wanita memang susah di tebak?”.
Ludius yang merasa bersalah berjalan keluar dari ruang kerja dan menuruni tangga menuju dapur untuk memasak. ”Sedikit hadiah untuk meminta maaf. Apa Mood nya akan membaik kalau aku memasakkan sesuatu untuknya?”. Fikir Ludius.
Di dapur Ludius mencari bahan masakan dan menemukan beberapa sayur dan sosis serta telor. Dalam sekejap dia terfikir membuat tumis capcay, sop dengan isi sosis dan telor dadar ala Tuan Lu. Ludius mengambil celemek dan mulai memasak.