Chapter 86 - 86. Selembut Angin Surga bag 2 (1/2)

Ludius masih terdiam bersembunyi menatap punggung Silvia dengan perasaan yang terus berdebar. Silvia beranjak dari tempatnya dan melepas kain putih yang menutupinya. Seketika Ludius terpesona melihat wajah Silvia yang teduh dan damai.

”Setiap hari aku selalu melihat wajahmu. Tapi mengapa kali ini kamu begitu berbeda dan terlihat lebih teduh dan damai. Seakan semua masalah lenyap dalam seketika”. Gumam Ludius.

Silvia membenahi dirinya dan keluar dari dalam ruangan.

”Tuan Lu! Sedang apa kamu disini?”. Tanya Silvia yang melihat Ludius menatapnya tanpa berkedip.

”Sayang, aku mengkhawatirkanmu.  Kamu pergi dengan wajah kecewa dan tidak kunjung kembali, tentu saja aku cemas. Tapi syukurlah kamu tidak kenapa-napa. Silvia.. Maafkan aku”. Kata Ludius lirih di akhir ucapannya.

”Aku ini wanita belum bersuami. Pantang bagiku melihat tubuh seorang pria apalagi disentuhnya. Di  setiap tempat adat dan kebiasaan pasti berbeda. Aku sudah mencoba untuk memahami pemikiran dan membaur sebisa mungkin dengan cara hidup kalian asal itu tidak melewati batas apa yang aku yakini. Tapi aku juga berharap kamu memahami apa yang aku yakini. Aku masih terima jika kamu memelukku atau mencium kening ku, karena itu aku anggap sebagai ungkapan kasih sayang sebagai seorang Saudara. Tapi tetap saja, aku ini manusia biasa yang masih memiliki nafsu dan keterbatasan perasaan sabar. Jika kejadian yang tadi diteruskan itu akan mengotori hatiku. Perasaan yang semula murni bisa saja berubah menjadi keruh”.

Lagi-lagi Ludius tertegun mendengar setiap perkataan yang Silvia ucapkan. ”Apa sedalam itu Kamu menjaga hati dan jiwamu?. Didunia ini, yang aku tahu hanya sebuah pencapaian dalam hal materi dan kekuasaan. Bahkan aku tidak segan membunuh siapapun yang menghalangi jalanku, Tapi kamu bahkan takut untuk mengotori hatimu?. Apa aku yang berlumuran darah ini masih pantas menjadi pendamping hidupmu?”.

Mendengar pertanyaan Ludius, Silvia justru tersenyum. ”Pantas atau tidak pantas hanya Tuhan yang tahu. Jika Tuhan sudah menunjukmu sebagai jodohku berarti kamu sudah pantas di hadapan Tuhan. Pertemuan kita 3 tahun dan 15 tahun  yang lalu mungkin itu rencana Tuhan untuk mempertemukan kita. Di dunia ini tidak ada hal yang kebetulan”.

”Silvia, mengapa matamu sembab dan basah. Apa ini karena ku? Apakah kamu selalu menangis setiap kali aku melakukan kesalahan?”. Tanya Ludius.  Dia mengusap air mata Silvia yang masih tersisa di wajahnya.

”Aku hanya sedih melihatmu seperti itu, membunuh orang tanpa memandang mereka seolah nyawa mereka tidak ada harganya. Aku  hanya bisa berharap kamu sedikit berubah dan tidak melakukan hal kejam itu lagi”.

Ludius menggenggam kedua tangan Silvia, ”Aku tidak tahu setiap tindakanku adalah penyebab rasa sakitmu. Aku akan mencoba untuk lebih menghargai hidup orang lain, jadi tetaplah disisiku dan bantu aku agar tidak melangkah ke jalan yang salah untuk kesekian kalinya”.

Mereka berbicara panjang lebar membuat mereka tidak sadar bahwa banyak mata yang memandang mereka.

”Ini sudah malam, lebih baik kita kembali ”. Kata Silvia menyudahi pembicaraan mereka.

Ludius melepas jasnya dan memakaikan nya pada Silvia yang terlihat kedinginan.

”Lebih baik kita pulang. Aku akan memberi kabar ke rumah sakit kalau kita sudah cek out”.

”Apa kamu baik-baik saja sudah keluar dari rumah sakit tanpa pemeriksaan?”. Tanya Silvia.

”Jangan khawatir. Nanti aku akan meminta dokter datang kerumah untuk memeriksa. Mana kunci mobilnya?”.