Chapter 44 - 44 (1/2)

Setelah kepergian Ludius, Silvia justru lebih banyak diam. Seperti kembali kedirinya yang tidak biasa. Julian yang melihat kemurungan dari wajah Silvia, memutuskan untuk menelfon ibu Silvia yang belum mengetahui keadaan anaknya itu dengan sembunyi-sembunyi.

Beberapa menit kemudian, Ibu Yuliana datang dengan terburu-buru mendengar kabar putrinya tiba-tiba saja masuk ke rumah sakit. ”Silvia, kamu baik-baik saja kan nak?” Ibu Yuliana mengangkat tubuh Silvia dan memeluknya.

”Ibu kenapa, aku baik ibu.. Pasti kak Julian yah yang berbicara pada ibu macam-macam. Ohya Bu, Aku hanya ingin memberitahu, bukankah cincin ini sangat indah?” tanya Silvia di penghujung ucapannya untuk memancing kejujuran mereka

”Iya Silvia, ini sangat cantik. Kakakmu Julian yang memberikannya. Memangnya ada apa nak?” Tanya ibu Yuliana balik dengan perasaan berdebar.

”Ibu, bukankah ini cincin pasangan. Seharusnya Kak Julian mempunyai pasangannya kan. Dan juga dalam lingkaran cincin ini terdapat inisial seseorang. Apa ibu tidak mengetahuinya?”.

Perkataan Silvia mampu memojokkan Ibunya beserta Julian. Mereka seperti terdesak dengan jawaban lugas dari Silvia. ”Bagaimana kamu mengetahui itu semua nak. Apa ingatanmu sudah mulai kembali?”.

Terlihat jelas wajah-wajah orang yang seakan terciduk melakukan sebuah kesalahan. ”Seseorang memberitahuku Ibu. Sekarang aku mohon pada kalian, jujurlah apa yang sebenarnya terjadi. Apa menutupi sebuah kebenaran adalah hal yang benar!” Silvia mulai meninggikan suaranya, dia terlihat kecewa dengan dua orang yang sangat dia percaya.

”Bukan seperti itu Silvia, Kakak hanya sedang melakukan yang terbaik untukmu”. Julian yang jelas berbohong memberi alasan dengan wajah tertunduk.

”Tidak ada hal baik jika dimulai dari sebuah kebohongan Kakak. Apa Kakak tahu, aku seperti orang yang sedang berjalan tanpa arah. Dan Kakak justru mengarahkan aku pada jalan yang salah. Aku kecewa pada kalian”. Silvia membuang mukanya pada mereka.

” Nak, maksud dari Kakakmu itu baik. Kamu memang harus melupakan semua yang berhubungan dengan Negeri China. Itu hanya akan membuatmu terluka Nak. Kadang diam itu juga perlu jika itu membuat keadaan menjadi lebih baik”.

”Sudahlah Bu, ibu juga sama saja. Dari dulu ibu selalu diam jika aku mempertanyakan masa lalu kita dan Keluarga Ayah yang berada di China”.

Waktu berjalan begitu cepat hingga malam habis termakan waktu.

____________________

Kemarin malam Ludius telah membooking sebuah resort di suatu tempat yang letaknya tidak jauh dari Kota Jakarta dengan pemandangan Pantai dan taman dengan hamparan penuh bunga. Walau tidak ada bunga Plum seperti di Kediaman Ludius, tapi Ludius sangat berharap melihat senyum Silvia lagi seperti dulu.

Pagi ini di depan kamar Ludius terdengar suara ketukan pintu, dan seseorang masuk begitu saja. Mu Lan terkejut melihat Ludius baru saja keluar dari kamar mandi dengan telanjang dada dan rambut yang masih basah oleh air. Sesaat Mu Lan terpaku hatinya berdetak melihat keindahan yang jarang orang lain lihat.

”Apa yang kamu lakukan disini? Apa kamu mau melihatku dalam keadaan seperti ini. Keluar!” Usir Ludius dengan dinginnya.

Setelah Ludius memakai kemejanya, dia menyuruh Mu Lan untuk masuk.

”Tuan Lu, jadwal pagi ini yaitu meninjaun proyek yang telah disepakati. Apa Tuan akan ada acara lain?” Tanya Mu Lan dengan perasaan yang masih bergejolak. Sesaat bayangan Ludius menyelinap masuk kedalam fikirannya.

Mu Lan yang melihat Ludius kesusahan memakai dasi mendekat untuk membantu. Tercium wangi parfum khas itali yang sesuai dengan perangaian Ludius.

”Jika Tuan kesulitan, Tuan bisa meminta saya untuk membantu”.

”Lepaskan tanganmu! apa aku menyuruhmu untuk membantuku. Pergi gantikan aku menemani Tuan Julian meninjau proyek, katakan pada beliau Aku ada urusan penting pagi ini”. Ludius berkata dengan dinginnya. Aura yang Ludius keluarkan mampu membuat seisi ruangan menjadi beku.

Mu Lan berjalan mundur dan keluar dari kamar Ludius dengan perasaan geram. Mungkin yang ada dalam fikiran Mu Lan saat ini adalah bagaimana cara untuk menaklukkan Ludius agar jatuh kedalam genggamannya.

Setelah Ludius berpakaian rapi, Dengan cepat dia keluar dari Apartement menuju mobilnya. ”Tunggu aku pagi ini Sayang.. Aku akan memberikan kejutan untukmu” ujarnya pada dirinya sendiri.

...

Di depan Rumah Sakit mobil Ludius terhenti. Dia berjalan masuk layaknya model pria yang sedang berjalan di atas Red karpet. Banyak dari wanita muda yang terkagum melihat ketampanannya. Tatapan para wanita itu terus mengikuti kemana Ludius berjalan

”Sungguh pemandangan yang langka” celetuk salah seorang dari mereka.