Chapter 213 Lepaskan Tanganmu (1/2)
Aran masih berdiri di tempat Han
menurunkannya, dia menunggu sampai mobil yang ditumpangi laki-laki itu
menghilang dalam pendar cahaya lampu taman. Sampai matanya tidak bisa melihat
dan menembus angin malam. Dia menarik jas yang tadi di pakaikan sekertaris Han
sambil tersenyum malu.
Haha, ayolah Aran berhenti
menyimpulkan segala sesuatu sesukamu. Hardiknya pada dirinya sendiri. Jangan
terlalu percaya diri, dia memaafkanmu saja itu sudah luar biasa. Aran merengut,
karena kata maaf sampai akhirpun tidak terucap dari bibir laki-laki itu.
Walaupun dia memberikan jasnya karena dinginnya cuaca malam, tapi itu tidak
bisa diartikan apa-apa.
Biarkan saja! Aku mau besar kepala
sendiri!
Masih terselip bunga-bunga di ujung
bibir Aran saat ia melintasi rumah utama yang mulai senyap. Dia berjalan dengan
cepat menuju rumah belakang. Di beberapa sudut, tempat para penjaga yang
bersiaga terlihat tengah mengobrol sambil tertawa, menikmati kopi dan juga camilan.
Mereka terlihat senang sekali gumam Aran. Tapi tidak terlalu memperhatikan
karena dia ingin segera sampai di kamarnya. Ada banyak hal yang ingin dia
lakukann malam ini sebelum tidur.
Ada apa ini, kenapa sepertinyaa
ruang tamu ramai sekali. Tanyanya heran pada dirinya sendiri.
Pendar cahaya lampu masih terang
benderang di rumah belakang, terdengan suara berisik. Ada yang tertawa, bahkan
ada juga yang sedang menyanyi bersama.
Apa yang mereka lakukan? Apa mereka
sedang pesta akhir pekan?
Di dorongnya pintu pelan, Aran
mematung sebentar saat beberapa mata tertuju padanya. Membuat dia salah tingkah
sendiri. Eh, apa salahku. Katanya dalam hati sambil menyentuh kerah bajunya
kikuk.
“ Aran! Dari mana saja, kami
mencarimu!” seorang senior melambaikan tangan meminta Aran mendekat. Pesta
kembali di lanjutkan setelah dia masuk dan menutup pintu. Mata Aran melihat
banyak sekali makanan dan juga aneka minuman bersoda serta jus tergeletak
begitu saja di atas karpet.
“ Ada apa kak? Kalian sedang
pesta?” Duduk lalu meraih pizza dengan toping daging dan keju yang berlimpah.
Lapar! Aran yang hanya makan sok cantik di depan sekertaris Han seperti
mendapat berkah Tuhan. Dia mengambil potongan pizzanya yang kedua dan sebotol
jus buah rasa mangga. “ Kenapa banyak sekali makanan?” Bicara dengan mulut
penuh.
“ Ini hadiah dari tuan muda.”
Menepuk-nepuk punggung Aran agar gadis itu makan pelan-pelan. Dia hampir
tersendak karena makan dengan kecepatan penuh. “Pelan-pelan makannya!” Aran
hanya menyeringai, tapi tidak memperlambat makannya.
“ Kenapa?” Tidak seperti biasanya,
walaupun kebutuhan makanan dan minuman di rumah belakang sudah masuk kategori
mewah untuk ukuran para pelayan, tapi ini benar-benar di luar kebiasaan.
“ Hadiah dari tuan muda karena
sudah bekerja keras mensukseskan pesta ulang tahun nona Daniah.”
Apa!
Aran menjatuhkan botol jusnya,
untung saja tutupnya sudah rapat melekat.
Aku lupa membeli hadiah untuk nona!
Nona, maafkan aku. Betapa hinanya aku, hiks. Senyum sekertaris Han sudah
mengalihkan duniaku! Maafkan aku nona!
“ Kenapa?” senior itu bertanya
“ Tidak kak, aku hanya melupakan
sesuatu.” Sambil ingin sekali menitikan airmata. Bagaimana dia bisa melupakan
hal penting setelah semua yang nona Daniah lakukan untuknya. Dia benar-benar
merasa seperti penghianat bangsa.
Aku akan membelinya besok nona, aku
bersumpah!
“ Kamu dari mana? Setelah pesta
nona selesai tadi kamu menghilang?” Senior tadi menyerahkan botol jus Aran yang
tadi terguling.
“ Maaf kak, aku sudah izin pada pak
Mun tadi karena ada sesuatu yang harus di kerjakan.” Tidak berniat untuk
menceritakan, suara tawa juga sepertinya lebih menarik perhatian senior. Ada
seorang pelayan wanita dan laki-laki bersuara merdu yang sedang berduet
menyayikan sebuah lagu. Semua mata fokus padanya.
“ Ya sudahlah, kamu belum makan
malam kan? Hari ini makanlah sepuasnya.” Berbisik sambil bertepuk tangan.
“ Haha, ia kak. Aku akan makan
sampai kekenyangan malam ini.”
Balas dendam Aran untuk makan malam
cantiknya. Dia kembali teringat hadiah ulang tahun untuk nona. Berteriak dalam
hati, bagaimana dia bisa melupakan hal sepenting itu.
“ Arandita.” Suara sekertaris Han
terdengar lirih namun menyayat. Dia tidak senang. Sedang menahan rasa tidak
sukanya ketika Aran mulai membicarakan privasinya. Apalagi menyangkut sesuatu
yang bahkan tuan mudanya tidak pernah ketahui. Ya, dia memang selalu
menghabiskan akhir pekannya terkadang dengan berolahraga. Setelahnya dia akan
berkeliling sambil berjalan kaki dengan jaket hoodienya, menghabiskan uang cash
yang ada di saku celananya kepada para pedagang kecil yang dia temui. Dia
selalu menyenbunyikan wajahnya, bahkan terkadang dia memakai masker wajah demi
menjaga diri dari bertemu orang yang mengenali. “ Ternyata kesalahan, aku
melepaskanmu beberapa tahun yang lalu ya. Seharusnya aku menghabisimu sampai kau
bahkan tidak bisa menegakan kepalamu.”
Han menyembunyikan itu dari semua
orang, bahkan dari tuan mudanya. Bagaimana bisa gadis di depannya ini. Cih, dia
kecolongan untuk kedua kalinya. Sebelumnya Han hanya menduga Aran membuntutinya
ketika dia muncul ke publik dengan menampakan identitas dirinya.
“ Maaf tuan.”
Aaaaaa. Aku membangunkan harimau
yang tertidur.
“ Apalagi yang kau tahu? Apa kau
tahu kode rumahku juga?” Pertanyaan mengagetkan. “ kenapa kau tidak masuk dan
menggodaku sekalian?” Cibiran halus yang terlihat jelas di bibir Han.
“ Tidak tuan!” menjawab cepat,