Chapter 125 Kencan (Part 1) (1/2)
Ketika seseorang merasa di cintai
dia akan jauh lebih bisa merasa positif dalam melakukan apapun. Walaupun sampai
hari ini Daniah belum sekalipun mendengar pengakuan Saga tentang perasaannya. Namun
karena dia merasa di cintai, dia sudah merasa itu lebih dari cukup. Untuk saat
ini, dia tidak akan serakah. Menuntut apapun dari Saga.
Seminggu hampir berlalu. Masa
percobaan bisa di lewati Daniah dengan sukses. Dalam kurun waktu itu tidak tahu
apa yang membuatnya bisa sepatuh itu. Tapi dia benar-benar menuruti apa yang di
katakan Saga tanpa banyak bicara. Saking curiganya sampai Saga memeriksa
makanan apa yang di berikan pak Mun pada istrinya. Apa ada indikasi pak Mun
memberikan makanan penghilang kesadaran. Nihil. Makanan yang di berikan pak Mun sudah sesuai
standar ahli gizi yang bekerja pada keluarganya. Sepertinya gadis itu mulai
menjalani perannya sebagai istri dengan baik.
“ Karena kau sudah sepatuh ini,
baiklah hukuman mu selesai. Kamu bisa bebas keluar rumah lagi seperti biasa.”
Mereka tiduran di atas tempat tidur saling berpelukan, setelah menyelesaikan
dan menuntaskan gairah mereka masing-masing. Daniah menarik selimut sampai ke
lehernya karena sudah tidak memakai apapun.
“ Terimakasih sayang.” Memeluk Saga erat.
Akhirnya, aku bisa keluar dari
rumah. Hiks. Aku kangen cilok di dekat ruko. Aku kangen Tika juga.
“ Hemm.” Mengusap kepala Daniah
pelan.
“ Terimakasih sayang, jadi mulai
besok aku sudah bisa mulai bekerja lagi kan.” Antusias. Memikirkan cilok dan
semua rutinitas harian di ruko.
“ Besok akhir pekan kan?”
Duarrr, cilok ku. Semangkok cilok
bersayap terbang tinggi ke angkasa. Membuat Daniah menitikan air mata dalam
hatinya.
Kenapa dia curang sekali,
membebaskan hukuman ku di akhir pekan. Jelas-jelas akhir pekan aku harus
bersamanya di manapun dia berada. Apalagi saat dia ada di rumah.
“ Ah ia, aku akan di rumah dan
tidak kemana-mana. Apa kamu ada acara sayang?”
Pergilah! Tolonglah ada acara
penting. Aku tidak mau seharian bersama mu lagi.
“ Ayo kita kencan.”
“ Kencan?” Kaget. Kosa kata yang
sangat mahal harganya untuk Daniah. Baginya kencan adalah barang mahal yang
hanya menghamburkan uang. Karena dia bukan tipe wanita yang mau di bayarin oleh
teman kencannya. Jadi setiap pergi keluar kencan mereka akan membayar
masing-masing. Kenapa? Toh tidak ada salahnya kalau laki-laki yang keluar uang
kan. Memang, namun bagi Daniah hati mereka berdua belum terlalu jauh terikat
untuk sampai tergantung sejauh itu.
Tiga kali dia berkencan, hubungan
mereka memang masuk kategori cukup serius. Namun dia tidak mau terlalu
tergantung, karena antara mereka belum terikat hubungan apa-apa. dia sadar itu,
hubungan keluarganya yang terikat darah pun belum cukup membuatnya
mengantungkan diri pada keluarganya. Apalagi hanya sebatas pacaran dan teman
kencan. Mereka hanyalah dua orang asing yang berusaha mencari tahu satu sama
lain, untuk meningkatkan kehubungan yang lebih dekat lagi. Belum ada ikatan apapun yang terjalin.
Apa dia mau kencan ala manusia
normal atau ala presdir Antarna Group.
“ kenapa sayang? Kenapa tiba-tiba
mengajak ku kencan.”
“ hemm, sebagai hadiah kepatuhan mu
seminggu ini.” Bergumam pelan di telinga Daniah. “ Kamu tidak mau?”
“ Mau, mau aku mau.” Mulai waspada
kalau Saga mulai mengunakan kalimat tanya dalam kata-katanya.
Daniah terlihat berfikir secara
serius. Tentang tema kencan yang pas untuk dirinya dan Saga besok. Mereka masih
mengobrol lama sampai akhirnya Daniah terlelap dalam pelukan Saga. Laki-laki
itu mencium kening istrinya lalu ikut tengelam dalam mimpi, sambil masih
memeluk istrinya.
Kencan ala rakyak biasa, Daniah
menyebutnya ala rakyat jelata seperti dirinya. Bukan kencan ala yang mulia raja
yang semua harus serba privat dan sendirian. Kali ini kencan terbuka. Daniah
ingin sekali memperkenalkan kehidupan masyarakat biasa pada Saga, walaupun
maksud terselubungnya ingin menjahili Saga seharian. Hehe.
Apa! memang ada rakyat biasa yang
berkencan dengan penampilan seperti ini.
“ Sayang, kamu salah kostum. Tidak
ada laki-laki biasa yang berkencan dengan dandanan seperti ini.” Daniah
melepaskan jas yang di pakai Saga. Lalu menarik tangan Saga masuk kembali ke ruang
ganti baju.
Kenapa dia gak punya baju santai
si.
Daniah membuka lemari, memeriksa
isinya satu persatu. Dia tidak menemukan apapun yang dia cari.
“ Hei, kamu mau apa?” mulai protes
ketika Daniah membuka satu demi satu kancing kemeja yang dia pakai.
“ Buka! Pakai yang ini saja.”
Daniah mengeluarkan pakaian semi formal dari dalam lemari. Kemeja lengan
pendek. Tidak terlihat terlalu menjolok. Cih, dia memalingkan muka. Sebenarnya
yang membuat Saga mencolok bukannya pakaiannya tapi wajahnya. Daniah bergumam
sambil merapikan lengan baju Saga.
“ Apa-apa an ini, kenapa kamu
mengulung lenganku lagi, ini kan baju lengan pendek?” protes dengan selera
norak Daniah.
“ Haha, biar terlihat lebih santai
sayang. Sudah-sudah ayo keluar.” Daniah mendorong tubuh saga dari ruang Ganti.
Masih mendengarnya bicara dengan nada kesal, tapi dia tidak membongkar lengan
bajunya dan membiarkannya seperti itu.
Di depan tangga dia menarik baju
Daniah sampai gadis itu berhenti kaget.
“ Ambil topi sana!” memegang Dagu
Daniah memutarnya ke kanan dan ke kiri. Mengamati secara serius.
“ Buat apa?” menurut saja ketika
wajahnya bergoyang ke kanan dan ke kiri.
“ Buat menutupi wajahmu. Penampilan
mu ini mencolok sekali. Lihat wajahmu. “ memegang dagu Daniah lagi. “ Lihat
rambut mu.” Memegang rambut.
Aku bisa gila karena emosi nanti
kalau sampai ada yang melirikmu. Saga ingin berteriak begitu. Tapi dia hanya
menatap tajam saja.
Memang kenapa dengan penampilanku,
aku kan sudah memakai riasan senatural mungkin, menyisir rambut ku dengan rapi.
“ Tutupi itu semua, kamu mau
mengoda siapa dengan penampilanmu itu?”
Apa! jelas-jelas wajahmu itu yang
terlalu mencolok untuk masuk kategori manusia biasa.
Dan siapa yang akan tergoda dengan wajahku begini.
“ Ambil topi sana, atau kita
batalkan kencan. Lebih enak tidur seharian di kamar sambil memeluk mu.” Ancaman
mematikan.
“ Aaaaa, ia, ia, aku ambil topi
sebentar ya sayang. Kamu tunggu dibawah ya.” Daniah berbalik ke kamar. Dia
belum pernah menemukan topi atau sejenisnya ada di lemarinya. Tapi sepertinya