Chapter 368 - 368. Menyambut Kedatangan Ibu Mertua bag 3 (1/2)
Sejenak hati Nadia tertegun dengan perkataan Wangchu. Seorang pria yang selalu mengeluarkan kata-kata gombalan garing, yang selalu bersikap urakan di depan orang, bisa berbicara seperti ini di depannya, tentu saja Nadia sangat tersentuh.
Ia menoleh kearah Wangchu, dengan hati yang terus bertanya.'Sebenarnya, seberapa berharga diriku di matamu Wangchu?' namun perkataan ini hanya terhenti dalam hatinya, mulutnya tidak bisa berkata apapun. Pada akhirnya Nadia tidak membalas apapun perkataan Wangchu.
Wangchu yang berfikir Nadia tertekan dengan perkataannya, langsung menyudahi pembicaraan mereka. Ia beranjak dari duduknya dengan penggapai tangan Nadia. ”Ini sudah sore, sebentar lagi kita akan ke bandara. Bibi Yuliana sepertinya juga sudah selesai spa.” Kata Wangchu sambil menoleh ke arah Nadia dengan senyumnya.
”Uhm, akhirnya kita akan kembali ke China.” Ujar Nadia.
Wangchu mengangkat salah satu alisnya, ”Dari caramu berbicara, kau seperti senang sekali saat aku mengatakan kita akan segera terbang kembali ke China. Apakah itu artinya, kamu lebih menyukai China karena ada aku disana?” perkataan Wangchu yang di bumbui kenarsisannya membuat Nadia membuang muka. Meski mungkin yang di katakan Wangchu ada benarnya.
”Ishh.. apaan sih. Narsis..!” Ujar Nadia menampik ke narsisan Wangchu.
”Ya, siapa tahu benar. Kita kan tidak ada yang tahu isi hatimu kecuali dirimu sendiri.” Tangan kiri Wangchu yang usil langsung mencubit mesra pipi Nadia. ”Ayo, ngaku deh. Benar,kan?”
”Augh, sakit Wangchu! Bisa serius dikit nggak?” Omel Nadia.
”Tidak, kalau ada kamu mana bisa aku serius. Bawaannya ingin cubit pipi kamu yang tembem.” Lagi-lagi Wangchu berbicara absurd dengan melebarkan senyumnya.
”Dasar pria absurd, nggak jelas!” Tangan Nadia melepas cubitan Wangchu di lanjutkan dengan mencubit hidung mancung Wangchu. ”Nih, aku kembaliin.” Setelah itu Nadia melepas cubitannya dan berlari kecil menghindari balasan Wangchu dengan meledeknya.
”Ish.. kau menggemaskan sekali Nadia. Mengapa aku baru di pertemukan denganmu sekarang?” gumam Wangchu, ia langsung berlari mengejar Nadia.
”Jangan lari kamu Putri usil.” Seru Wangchu yang masih berlari kecil di belakang Nadia.
Sadar tengah di kejar Wangchu, Nadia mempercepat larinya ke arah pantai. Suasana pantai yang saat itu cukup sepi dengan langit biru yang cerah di sore hari menambah arti tersendiri bagi Nadia begitu juga bagi Wangchu.
Nadia yang sudah tersudut di bibir pantai, akhirnya tertangkap juga. Wangchu langsung mendekap Nadia dari belakang. ”Kena kamu sekarang. Kalau sudah begini, kamu takkan bisa lari lagi dariku Putri usil.”
”Ok.. aku nyerah. Ampun Tuan Wangchu..” ujar Nadia dengan tertawa kecil.
”Kira-kira hukuman apa yang pantas di berikan untuk Putri usil sepertimu?”
Nadia tidak bergerak sama sekali, ia berdiri mematung tanpa bisa memberi perlawanan. Selain karena hatinya yang tiba-tiba berdebar, perasaannya juga aneh di saat yang bersamaan. Posisinya saat ini benar-benar tidak bisa membuat dirinya nyaman.
'Ya Tuhan, ini.. ada apa denganku? Mengapa aku mematung tanpa bisa melawan? Posisi ini benar – benar tidak nyaman.' Batin Nadia.
”Mengapa diam Putri usil? Perlukah aku beri contoh dan mempraktekkannya sekarang juga, Putri usil?” Wangchu menenggelamkan kepalanya di sela leher kanan Nadia dengan mata terus melihat ke arah pantai.