Chapter 339 - 339. Berkunjung ke Kediaman Ibu Yuliana (1/2)
”Sejak Putri Nadia tertidur lelap di pesawat, bahkan saat ku gendongpun kau tidak merasa terganggu. Benar-benar seperti Putri tidur.” Perkataannya ternyata cukup ampuh membuat Nadia bersungut marah.
Nadia langsung menjaga jarak, menjauh dengan membuang muka melihat kearah jendela mobil. Menatap langit senja dengan gemerlapnya kerlapkerlip malam Ibu Kota Jakarta.
Di sela pembicaraan mereka, pak sopir masuk kedalam dan menoleh ke belakang. ”Tuan Muda, semua barang bawaan sudah saya masukan bagasi, kita berangkat sekarang?.” Tanya pak sopir dengan bahasa Inggrisnya yang cukup berantakan.
”Ya! Berangkat sekarang Pak!.” Pak sopir kembali ke posisi semula dan menyalakan mobil, membawa mobil melesat melewati kota besar Jakarta.
Tatapannya terlihat kosong, seakan sedang menerawang jauh kesana.. ”Sudah setengah tahun meninggalkan rumah, dan ternyata aku benar-benar pulang sekarang.” Gumam Nadia, Dan itu terdengar oleh Wangchu yang sedari tadi memperhatikannya.
”Kau terlalu mempersulit hidupmu. Jika rindu, maka pulanglah. Tidak mungkin ada orang yang tidak menginginkan keluarganya kembali bukan?” celetuk Wangchu.
”Kau takkan mengerti,, tidak semua orang bisa hidup bebas sesuai dengan keinginan mereka. Hidup dalam Keluarga yang terikat dengan leluhur adalah sebuah hal dimana nasib hidupmu sudah di tentukan bahkan sebelum kau lahir.”
”Jika aku yang lahir dalam kondisi Keluarga seperti itu, hal pertama yang akan kulakukan adalah merubah adat serta kebiasaan aneh mereka menjodoh-jodohkan seorang anak tanpa adanya saling kenal. Itu menurutku terlalu kuno.”
”Trah darah biru memang harus di lestarikan. Maka dari itu pernikahan pun sudah di tentukan mau bagaimana atau dengan siapa. Kau yang selalu hidup bebas takkan mengerti hal ini.”
”Jadi maksudmu, meskipun aku mencintaimu dan memiliki segalanya, tetap tidak bisa memilikimu karena statusku bukaknlah darah Bangsawan?.” Ujar Wangchu dengan sedikit penekanan.
”Entahlah. Berhentilah membahas hal ini. Kau membuatku mengingat hal yang tidak mengenakkan tahu!.”
”Hahaha.. jika itu menyesakkan, maka jangan lakukan. Adat memang harus di lestarikan, tapi tidak semua pandangan orang tua sama dengan pandangan dan penilaian kita.”
Wangchu menarik tangan Nadia, hingga mau tak mau Nadia harus mendekat kearah Wangchu. ”Dengarkan aku Putri Hadiningrat!.” Tegas Wangchu, namun Nadia masih membuang muda dan diam.
”...”
Mulut Nadia yang tetap diam, membuat Wangchu sedikit memaksa dengan menekan dagu Nadia, dan mengarahkan pandangan tepat didepan matanya.
”Ini sumpah dan janji seorang Wangchu pada Putri Nadia Felicia Hadiningrat. Aku telah memilihmu untuk menjadi pendamping hidupku. Tidak peduli kau seorang Putri atau pengemis sekalipun, aku akan tetap mendapatkanmu menjadi calon istriku!.”
Perkataan Wangchu yang terlihat sungguh-sungguh membuat Nadia tersentak kaget hingga membelalakkan matanya. Tangan Nadia langsung memegang balik tangan Wangchu yang menekan dagunya.
”Cabut sumpah dan janjimu Wangchu!.” Sentak Nadia dengan lantang, sampai sopir yang mengemudikan mobil mereka ikut kaget mendengarnya.
”Tidak akan! Pantang bagi seorang pria mencabut sumpah dan janjinya. Apa salahnya dengan menikahi wanita darah bangsawan? Bagiku kau sama seperti wanita lain yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Bukan aturan-aturan yang mengikatmu hingga membuat perasaanmu kaku seperti ini.”