Chapter 152 - 152. Petunjuk (1/2)

Manajer Mall yang menyambut kedatangan Ludius datang ke toko setelah mendengar panggilan Ludius. Manajer datang dengan tergesa-gesa dan khawatir setelah melihat Ludius tengah emosi di salah satu tokonya.

”Tuan Lu, ada yang bisa saya bantu?” Tanya Manajer penuh kekhawatiran.

”Ingatkan pegawaimu agar lebih menghargai pelanggan, jika pegawai seperti mereka terus dipelihara. Aku tidak yakin Mall ini akan bertahan dalam persaingan global”. Ludius berbalik arah dan merangkul Silvia keluar. ”Ayo kita kembali sayang, sepertinya Azell sudah selesai berbelanja. Memang apa yang ingin kamu cari di toko ini hingga mereka berani merendahkan istri Ludius Lu?”. Tanya Ludius. Mereka berjalan dengan langkah dan irama yang sama dengan tangan Ludius melingkar di pinggang Silvia.

”Sebenarnya aku tadi melihat Jas Long Coach dan terlihat cocok denganmu. Tapi karena mereka bersikap seperti itu tentu saja membuat Moodku berubah. Apa didunia ini uang dan penampilan adalah segalanya, benar-benar pemikiran yang sempit!”.

”Tidak juga Sayang.. Bagiku kamu adalah segalanya. Dunia dan seisinya boleh pergi mengkhianatiku, tapi aku tidak akan bisa bertahan jika kamu pergi dari sisiku”.

Deg..

Perasaan Silvia langsung bergetar, perkataan sederhana namun mampu membuat hati Silvia resah. ”Tuan Lu, sedalam itukah perasaanmu padaku?”. Tanya Silvia ragu.

”Sedalam apa perasaanku apa kamu masih tidak merasakannya?, Sudahlah sayang jangan bahas ini lagi. Azell sedang menunggu kita”.

Di depan Mall, Azell bersama salah satu pegawai yang menemaninya sudah menunggu mereka dengan Laptop keluaran terbaru ditangannya dan beberapa barang yang sudah di antar ke Kediaman Lu.

”Papa dan Bibi lama sekali, apa kalian sedang dating? Sepertinya aku terlalu cepat hingga merusak acara kalian!”. Kata Azell sekembalinya Ludius bersama Silvia.

Silvia dan Ludius saling pandang, mereka menghampiri Azell dengan senyuman. ”Azell, apa yang kamu bicarakan jagoan?. Papamu hanya kebetulan menemukan Bibi saat mencari baju”. Kata Silvia.

”Azell, Apa kami terlihat seperti berkencan?. Yah.. Aku memang sudah rindu berkencan dengan istriku, kamu membuatku teringat sesuatu”. Sahut Ludius dengan menatap Silvia jahil.

”Papa, Dasar tidak tahu malu!”. Gerutu Azell.

”Pfft… Dengar itu Tuan Lu, Azell saja mengatakan kamu tidak tahu malu”. Silvia terkekeh melihat tanggapan Azell yang begitu frontal. Siapa sangka ada yang berani berkata terang-terangan selain Silvia.

”Kalian.. Kompak sekali meledekku, Karena sudah selesai berbelanja mari kita pulang”. Menggandeng tangan Azell dan mereka kembali ke mobil yang sudah di persiapkan.

Drrt.. Drrt..

Ponsel Ludius berdering, ada satu panggilan masuk dari seseorang, karena dia sedang memakai Headset secara otomatis terangkat.

[ ”Tuan Lu.. Aku terus mengawasi Azell, benar dugaanmu. Ada satu mata-mata yang selalu mengawasi pergerakan Azell dari jauh, Dia sedang mengawasi kalian saat ini. Apa yang harus aku lakukan padanya”.]

[ ”Biarkan dia melihat adegan harmonis antara Ayah dan anak. Awasi dia, Pastikan kalau dia tidak menyadari rencana sebenarnya dari Azell. Nyawa Azell juga sama pentingnya dengan Silvia”.]

[ ”Baik..! Untuk saat ini sepertinya aku akan melepas pengawasan Silvia padamu. Tapi setelah penyelidikan tentang mata-mata Azell selesai dia tetaplah dalam pengawasanku”.]

Tut.. Tut..

Mereka menaiki mobil bersama dengan mata-mata yang terus mengikuti dari kejauhan. Zain yang di tugaskan menyelidikinya menangkap basah mata-mata yang hampir mengendarai sepeda motornya.

”Berhenti disana! Aku tahu kau sedang membuntuti seseorang”. Teriak Zain di tempat parkir yang begitu sepi.

Sang mata-mata turun dari motornya dan menghampiri Zain. Dia yang memakai jaket dan helm hitam tidak terlihat identitasnya sama sekali.