Chapter 42 - 42. Perasaan Terhubung bag 2 (1/2)

Didepan IGD mereka menunggu dengan perasaan khawatir. Anehnya Ludius juga tidak beranjak dari tempatnya dan ikut menunggu. Di saat penantian mereka, Ludius mendapat Telefon dari Mu Lan untuk segera kembali ke Apartement.

Ludius beranjak dari tempat duduk nya ”Tuan Julian, sepertinya saya harus kembali. Asisten saya menelfon ada suatu hal penting. Tolong sampaikan salam saya untuk adik anda semoga lekas sembuh. Setelah urusan saya selesai, saya akan kemari untuk menjenguk adik anda”.

”Terima kasih Tuan Lu telah mengantar saya kemari.. Saya pasti akan menyampaikan salam Tuan pada adik saya”. Ludius beranjak pergi, Langkahnya terasa berat saat dirinya melangkah pergi. Dia berjalan lambat dengan fikiran masih terbang jauh memikirkan Silvia.

”Dokter Bagaimana keadaan adik saya Silvia?!”. Terdengar di telinga Ludius suara orang berbicara

Sesaat dia mendengar ada seseorang yang mengatakan nama Silvia, 'Apa aku sedang berhalusinasi?. Mengapa aku seperti mendengar seseorang menyebutkan nama Silvia?'. Ludius melanjutkan langkahnya

”Nona Silvia belum sadarkan diri sejak Nona terjatuh dari kursi roda”. Ludius mendengar kembali walau samar-samar.

Tidak.. Jelas-jelas ini bukan halusinasi, Aku jelas mendengar nama Silvia. Aku harus kembali untuk memastikan.

Secepatnya Ludius membalikkan badan dan kembali mencari sumber suara. Setiap ruangan yang dia lewati dia lihat apakah ada Silvia disana. Sampai pada tempat terakhir Ruang IGD pintunya terbuka. Ludius dengan perasaan berdebar melangkah menuju Ruangan itu.

Di ambang pintu, Ludius berdiri terpaku melihat siapa yang tengah terbaring di sana. Dia tidak bisa menjabarkan perasaannya antara senang, sedih dan terluka. Ludius berjalan masuk tanpa berkata dan mata terus menatapnya wajah pucat itu.

”Silvia..!!” Hanya satu kata yang keluar dari mulut Ludius.

Julian yang mendengar ada seseorang yang menyebut nama Silvia menoleh ke arahnya. ”Tuan Lu.. Bagaimana anda bisa mengenal adik saya?!”

Ludius seperti tidak mendengar pertanyaan dari Julian dan terus melangkah mendekatinya Silvia. Ingin sekali Ludius memeluk dan mencium kening calon istrinya itu, tapi dia urungkan karena masih ada orang lain yang melihatnya.

Sayang.. penderitaanmu semua itu adalah salahku, dan aku pantas mendapat hukumannya. Tapi satu hal yang tidak bisa aku terima. Aku tidak ingin kehilanganmu...

Julian yang melihat Ludius mendekati Silvia tanpa penjelasan membuatnya tidak terlalu suka ”Tuan Lu, jelaskan sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa kamu bisa mengenal Silvia?”. Pertanyaannya terlihat jelas menunjukkan ketidak sukaannya pada Ludius.

”Aku akan menjelaskannya, tapi bisakah kamu meninggalkan kami berdua sebentar..!” Pinta Ludius dengan nada bicara yang dingin.

Julian menuruti permintaan Ludius dengan perasaan setengah tidak suka. Dia berjalan keluar tanpa berbicara lagi.

Didalam ruangan kini hanya ada Mereka. Ludius yang sedari tadi berdiri, Dia langsung mencium kening Silvia dan memegang tangannya yang terasa hangat. Saat dia memandang wajah pucatnya untuk pertama kalinya seorang Ludius meneteskan air mata. Dia mencium tangan Silvia dan melihat Cincin pertunangan mereka masih melingkar dijari manisnya.

”Sayang.. Terima kasih kamu masih memakai cincin pertunangan kita. Aku sadar, aku telah salah karena membohongimu, Walau pada akhirnya. Aku sendiri yang terluka karena kepergianmu. Sekarang aku sudah menemukan mu kembali, aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi dari sisiku. Jadi bangunlah sayang”.

Serangkaian kata Ludius yang terdengar lirih membuat jemari Silvia bergerak. ”Tuan Lu..” gumamnya.