Chapter 27 - 27. Mengantar ke Kampus (1/2)

Silvia mendekati Ludius perlahan dengan pandangannya lurus kedepan, Ludius yang melihat kesungguhan tatapan Silvia terdiam. ”Ludius…!”. Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, Silvia tidak sadar tangannya menyentuh wajah Ludius.

Ludius tertegun melihat apa yang dilakukan Silvia, Dia membalas sentuhan Silvia dengan memeluknya, 'Begitu hangat… Kehangatan yang tidak pernah kurasakan'.

”Ludius, cukup..! mengapa kamu selalu menanggungnya sendiri? Tidakkah itu menyakitkan?” Bisik Silvia, Air matanya tiba-tiba saja menetes.

Ludius hanya terdiam, mulutnya seakan terkunci untuk berbicara. 'Silvia, kamu tidak tahu betapa kejam dunia ini. Jika aku ingin bertahan, maka aku harus berdiri tegak di depan semua orang. Selama ini aku sudah membuang hati dan perasaanku, yang ku anggap sebagai kelemahan ku. Tapi kamu mampu melihat sisi lemah ku'.

Ludius melepas pelukannya, Dia mengusap air mata Silvia ”Jangan menangis, aku tidak pernah mengizinkanmu untuk itu. Kamu tahu.. Kamu adalah wanita pertama yang mampu menebak isi hatiku”.

”Walau begitu kamu masih tidak mau membaginya denganku?” Perkataan Silvia penuh makna.

”Belum waktunya, Jika tiba saatnya aku pasti akan membaginya denganmu”. Ludius menarik tangan Silvia menuju hamparan bunga yang memenuhi taman.

Mereka duduk di bangku di tengah hamparan bunga.  Angin berhembus menyibakkan rambut Silvia,  ”Ludius, Bukankah bunga ini menenangkan hati mu? Disini kita bisa lebih jujur pada hati kita sendiri” ucap Silvia yang masih menikmati kesejukan angin yang berhembus.

”Entahlah.. aku hanya merasa sedikit nyaman berada di sini”. jawab Ludius yang masih memandang hamparan bunga.

Waktu berjalan begitu cepat, Senja hampir menampakkan sinarnya. ”Aku harus kembali, ini sudah hampir senja”. Silvia beranjak dari tempatnya.

”Tunggulah sebentar lagi, kamu mau pergi kemana gadis kecil?” Tanya Ludius, Dia mulai kembali ke dirinya yang dingin dan egois.

”Berdo'a..!” Jawab Silvia singkat

”Berdo'a untuk apa? Apa kamu percaya akan adanya Tuhan?”. Tanya Ludius kembali,

”Tentu saja aku percaya, mungkin sekarang bagimu ini tabu. Tapi Suatu saat kamu juga akan menemukannya dalam hatimu”. Silvia berjalan masuk kedalam rumah.

”Tuhan…! Entahlah.. Apa aku masih bisa menemukannya, sedangkan aku sudah membuang Hati ku” gumam Ludius.

***

Malam beranjak dari peraduan nya, Bibi Yun sedang sibuk mempersiapkan makan malam sedangkan Silvia sedang mengerjakan tugas kuliahnya yang menumpuk. Silvia keluar kamar untuk membantu Bi Yun menyiapkan makan malam.

”Bibi Yun, apa Tuan Lu masih di ruang kerjanya?” Tanya Silvia. Dia mengambil pisau dan beberapa Buah-buahan di kulkas

”Nona Silvia ingin makan buah?” Tanya Bi Yun yang melihat Silvia mengambil beberapa buah segar

”Ini untuk Tuan Lu Bi, Dia sudah lama di ruang kerjanya”. Silvia membawa Buah-buahan itu ke ruang kerja Ludius.

Diruang kerjanya terlihat mejanya penuh dengan tumpukan dokumen, Silvia meletakkan piring yang berisi buah di meja. Ludius yang mengetahui kedatangan Silvia langsung memandangnya.

”Gadis kecil, apa ini untukku?” Tanya nya dengan tatapan menggoda.

”Kalau tidak mau bilang saja, tidak usah basa basi…!” Tegas Silvia dengan sikap dinginnya.

”Heh… sejak kapan kamu berani padaku?  Sebentar lagi kamu akan jadi calon Nyonya Ludius. Apa seperti ini caramu untuk menyenangkan ku?”. Lagi-lagi Ludius berkata dengan tatapan menggoda nya membuat perasaan Silvia jadi tidak menentu.

”E.. aku.. akukan cuma melakukan tugasku. Lagian Bibi bilang kamu belum keluar dari ruangan ini sejak sore tadi. Wajar kan kalau aku datang untuk melihat..” Silvia masih menyangkal pemikiran Ludius,

Ludius tersenyum kecut melihat Silvia menyembunyikan perasaannya yang bahkan terlihat jelas. 'Sampai kapan kamu membohongi perasaanmu sendiri gadis kecil. Apa begitu tidak layak kah aku bagimu?'.