Chapter 20 - 20. Perasaan Li Thian (1/2)
Mata Kuliah Pertama telah selesai, Silvia keluar bersama Ling Ling. Tepat di depan kelas, senior Bryan datang menyapa,
”Ling Ling, apa kamu mau ke kantin bareng sama aku? Sekalian ajak Silvia juga” Tawar Bryan
”Hehe.. kayaknya aku nggak ikut deh, soalnya masih banyak tugas yang harus aku kerjain. Kamu ajh sana.. ”mendorong Ling Ling ke pelukan Bryan, Ucap Silvia dengan senyum di menggodanya.
”Beneran kamu nggak Ikut nih Silvia. Bukannya kamu belum sarapan yah?” . Katanya polos.
'Haduh nih anak kagak peka juga yah.. Aku udah sengaja bikin alesan biar kalian bisa bareng, Ko kamu malah ngomong gitu sih.. Ling Ling…. Lama-lama pengen aku jitak tuh kepala biar rada nyambung. Sekarang aku harus gimana dong, biar merek bisa bareng?'. Gerutu Silvia dalam hati. Lama-lama Silvia geram melihat Lingling yang tidak menyadari isyarat darinya.
”Eh.. Li Thian, akhirnya kamu kesini juga!”.. Menarik Li Thian yang sedang lewat. ”Katanya kita mau ngerjain tugas bareng. Mending kita ke taman ajh kali yah.. kayaknya enak buat ngerjain tugas”. Memberi senyuman paksaan nya kepada Li Thian, Silvia memberi isyarat dengan mengedipkan matanya.
”E.. Ah.. iya benar yang dikatakan Silvia, Aku akan mengerjakan tugas bareng. Jadi silakan kalian pergi”. Li Thian mencoba memahami situasi yang terjadi.
”Ya sudah.. Kakak Bryan ayo kita pergi dulu”. Ling Ling pergi ke kantin dengan Bryan. Silvia yang tidak sengaja menggandeng erat Li Thian langsung melepas tangannya.
”Eh maaf, aku tidak sengaja. Makasih Kamu mau membantuku. Aku hanya ingin mereka menjadi lebih dekat”. Silvia langsung menjaga jarak dengan Li Thian.
”Lalu.. apa kamu tidak mau lebih dekat denganku. Mengapa kamu selalu menjaga jarak denganku Silvia?”.
Silvia terdiam mendengar pertanyaan itu. Mulutnya seakan terkunci untuk mengatakan bahwa 'Karena aku tidak ingin kamu mendapat masalah, kamu adalah orang penting bagiku. Li Thian.. Kamu bagai seorang Kakak bagiku. Jadi Maafkan aku'.
”Bukan seperti itu Li Thian, Aku tidak pernah sedikitpun berpikiran untuk menjaga jarak denganmu. Tapi kita memang hanya bisa sebatas ini”. Silvia menjawab pertanyaan Li Thian dengan wajah tertunduk.
Li Thian langsung menarik tubuh Silvia agar dekat dengannya dan memalingkan wajah Silvia ke arahnya. ”Tatap mataku Silvia, apakah kamu sedikitpun tidak ada perasaan untukku..? Apakah perasaan yang aku rasakan selama ini hanyalah sebuah kebohongan..!!” Li Thian memandang wajah Silvia tanpa berkedip, dia seperti kehilangan kontrol atas dirinya.
”Cukup Li Thian, kamu ingin tahu kan.. Mengapa aku selalu memberi batas hubungan diantara kita. Karena aku tidak ingin kehilanganmu... Kamu sudah ku anggap sahabat sekaligus kakak terbaik. Tapi melihatmu yang berubah, aku seperti tidak melihat sosok Li Thian yang ku kenal”.
Li Thian seketika melepas pelukannya. ”Sil.. Silvia, aku.. maafkan aku, tidak seharusnya aku berbuat seperti itu padamu” Wajah Li Thian berubah menjadi raut penyesalan. Ia tidak sadar bahwa ia hampir saja kehilangan kontrol atas dirinya dan menyebabkan Silvia mungkin akan membencinya.
”Kamu tidak perlu meminta maaf, Mungkin aku juga salah karena egois memikirkan diriku sendiri tanpa memikirkan perasaanmu. Kalau begitu aku pergi dulu”. Silvia melangkah pergi. Hari ini Dia berkeinginan pulang lebih cepat dan memberi pesan pada Ling Ling untuk mengabsen kan ya.
???? Ling Ling.. tolong buat alasan apapun, aku hari ini tidak bisa ikut jam kedua. Terima kasih.
Silvia berjalan keluar kampus menuju pinggiran jalan untuk menunggu taksi atau busway. Di tengah penantian nya sebuah mobil klasik berhenti tepat didepannya.
”Silvia, apa kau sedang menunggu taksi?” Tanya nya melihat Silvia yang sedang berdiri di pinggir jalan.
”Ah iya Tuan Nathan,, aku berencana untuk pulang ke asrama lebih awal karena ada keperluan”.
”Biasanya jam segini masih jarang taksi lewat karena belum jam pulang kantor. Lebih baik kamu ikut aku, kebetulan kita satu arah”. Nathan menawarkan tumpangan nya dengan ramah.
”Tidak perlu Tuan, sebentar lagi juga taksi lewat. Lagian aku tidak buru-buru”.
”Ayolah,,, tidak baik menolak tawaran baik dari seseorang bukan..”.
Setengah hati Silvia mempercayai sikap Nathan dan berfikir dia orang baik. Akhirnya Silvia menerima ajakan Nathan untuk ikut bersamanya.
”Silvia.. kamu sepertinya bukan asli orang sini. Sebenarnya kamu berasal dari mana?” Tanya nya seraya menyetir.